Viny ragu-ragu mengikuti langkah Memey. Sesekali kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri.
“Mey.. tunggu Mey! Kamu yakin ini rumahnya?”
Teriakan Viny menghentikan langkah Memey.
“Kamu sudah liat sendiri tadi, alamat yang tertulis di kartu nama ini kan alamat rumah ini. Masak masih gak percaya, Vin?” jawab Memey seraya mengangkat tangannya yang memegang sebuah kartu nama.
“Iya sih Mey, tapi masak iya dia tinggal di rumah tua seperti ini?”
“Mungkin dia emang penggemar rumah tua,” jawab Memey cuek sambil melanjutkan langkah.
Mau tak mau Viny pun mengikuti langkah Memey, walau terlihat sekali ragu-ragu.
Sesampai di depan pintu Memey tanpa ragu-ragu mengetuk pintu. Sekali tak ada sahutan. Dua kali tak ada sahutan. Tiga kali pun sama saja.
“Sudahlah Mey, kita pulang saja. Pasti bukan ini rumahnya,” bujuk Viny.
“Sebentar Viny, aku coba sekali lagi ya? Eh, apa kucoba saja buka pintunya ya?”
“Eh, jangan Mey! Gak so…”
Tanpa menunggu Viny menuntaskan segala keberatannya, Memey sudah terlebih dulu membuka pintu. Dan ternyata pintu itu langsung terbuka.
“Tuh, terbuka Vin. Yuk kita langsung masuk aja.” Sekali lagi, tanpa memperdulikan keberatan Viny, Memey langsung saja menerobos masuk ke dalam rumah. Dengan jengkel karena tak punya pilihan lain, Viny pun ikut melangkah masuk. Meskipun saat itu masih sore, tapi dalam rumah itu terlihat gelap dan suram.
“Mey… serem Mey. Pulang aja yukk..,” bujuk Viny sekali lagi.
“Tunggu seb.…. Eh, kamu kenapa Vin?” tanya Memey yang kaget melihat muka Viny yang tiba-tiba memucat.
“………” Viny yang tak mampu berkata-kata hanya mengarahkan telunjuknya pada tangga di belakang Memey.
Seketika Memey menoleh dan kaget mendapati sesosok makhluk putih di ujung tangga.
“Cut…! Cut…!” teriak Rudy sang sutradara, “Sus..! Ini belum scene-mu! Nanti, bukan sekarang! Lagipula kamu munculnya bukan dari ujung tangga tapi dari lorong menuju dapur itu.”
Sesosok mahkluk putih yang dipanggil Sus itu hanya diam. Dia tetap tak bergerak dari ujung tangga.
“Sus! Kubilang…” Belum selesai Rudy sang sutradara menyelesaikan kalimatnya, pintu depan berdebam terbuka.
“Maaf Mas Rud, aku terlambat. Aku terjebak macet. Maaf semuanya….”
“Susy..?!” seru semua orang yang ada dalam ruangan itu.
“Lantas… yang ada di ujung tangga itu siapa?” sahut Rudy tanpa mampu menutupi rasa terkejutnya.
Dan saat semua memandang ujung tangga, makhluk putih itu sudah tak tampak lagi.
“Mey.. tunggu Mey! Kamu yakin ini rumahnya?”
Teriakan Viny menghentikan langkah Memey.
“Kamu sudah liat sendiri tadi, alamat yang tertulis di kartu nama ini kan alamat rumah ini. Masak masih gak percaya, Vin?” jawab Memey seraya mengangkat tangannya yang memegang sebuah kartu nama.
“Iya sih Mey, tapi masak iya dia tinggal di rumah tua seperti ini?”
“Mungkin dia emang penggemar rumah tua,” jawab Memey cuek sambil melanjutkan langkah.
Mau tak mau Viny pun mengikuti langkah Memey, walau terlihat sekali ragu-ragu.
Sesampai di depan pintu Memey tanpa ragu-ragu mengetuk pintu. Sekali tak ada sahutan. Dua kali tak ada sahutan. Tiga kali pun sama saja.
“Sudahlah Mey, kita pulang saja. Pasti bukan ini rumahnya,” bujuk Viny.
“Sebentar Viny, aku coba sekali lagi ya? Eh, apa kucoba saja buka pintunya ya?”
“Eh, jangan Mey! Gak so…”
Tanpa menunggu Viny menuntaskan segala keberatannya, Memey sudah terlebih dulu membuka pintu. Dan ternyata pintu itu langsung terbuka.
“Tuh, terbuka Vin. Yuk kita langsung masuk aja.” Sekali lagi, tanpa memperdulikan keberatan Viny, Memey langsung saja menerobos masuk ke dalam rumah. Dengan jengkel karena tak punya pilihan lain, Viny pun ikut melangkah masuk. Meskipun saat itu masih sore, tapi dalam rumah itu terlihat gelap dan suram.
“Mey… serem Mey. Pulang aja yukk..,” bujuk Viny sekali lagi.
“Tunggu seb.…. Eh, kamu kenapa Vin?” tanya Memey yang kaget melihat muka Viny yang tiba-tiba memucat.
“………” Viny yang tak mampu berkata-kata hanya mengarahkan telunjuknya pada tangga di belakang Memey.
Seketika Memey menoleh dan kaget mendapati sesosok makhluk putih di ujung tangga.
“Cut…! Cut…!” teriak Rudy sang sutradara, “Sus..! Ini belum scene-mu! Nanti, bukan sekarang! Lagipula kamu munculnya bukan dari ujung tangga tapi dari lorong menuju dapur itu.”
Sesosok mahkluk putih yang dipanggil Sus itu hanya diam. Dia tetap tak bergerak dari ujung tangga.
“Sus! Kubilang…” Belum selesai Rudy sang sutradara menyelesaikan kalimatnya, pintu depan berdebam terbuka.
“Maaf Mas Rud, aku terlambat. Aku terjebak macet. Maaf semuanya….”
“Susy..?!” seru semua orang yang ada dalam ruangan itu.
“Lantas… yang ada di ujung tangga itu siapa?” sahut Rudy tanpa mampu menutupi rasa terkejutnya.
Dan saat semua memandang ujung tangga, makhluk putih itu sudah tak tampak lagi.
Note : 365 Kata
huaaaaaaaa.... kok seremmmmm :)
BalasHapusJeng jeng jeng... O.o
BalasHapusUntung bacanya pas siang nih x))
@Rika Willy >> hehehe.. masak sih?
BalasHapus@Noichil >> makasih sudah mampir :)