Kemarin, aku membaca Harian Jawa Pos yang mengangkat berita tentang seorang warga negara Jerman yang sangat mencintai batik. Rudolf G. Smend namanya, seorang kolektor batik terbesar di Eropa! Saking besar kecintaannya pada batik, dia sampai membuat museum khusus batik. Museum itu merupakan salah satu bagian dari Galeri Seni milik Smend. Galeri dan museum batik yang terletak di Kota Koln itu telah didirikan sejak tahun 1973! Berarti sudah 40 tahun Smend mencintai batik. Olala....
Terus terang berita itu menggelitikku untuk mengetahui lebih lanjut tentang seberapa besar kecintaan Smend terhadap batik. Setelah selesai membacanya, mau tak mau aku harus mengakui bahwa ternyata Smend memang sangat mencintai batik! Kecintaannya terhadap batik bukan sekedar ditunjukkan dengan menggunakan batik, tetapi lebih dari itu.
Bayangkan saja, dia memiliki koleksi batik yang tak bisa dibilang sedikit. Khusus untuk koleksi batik klasik, dia memiliki ruangan khusus untuk memajangnya. Tapi yang ada di museumnya bukan hanya kain batik saja. Di dinding museumnya juga terpajang rapi koleksi stamp (alat untuk mencetak pola batik) yang berjumlah puluhan jenis. Dia hampir yakin kalau koleksi stamp yang dimilikinya mungkin saja yang terlengkap di dunia ini.
Dia juga mengkoleksi pernak-pernik pembuatan batik mulai dari wajan atau wax pan sampai bahan pewarna. Pernak-pernik itu dipajangnya secara khusus di sebuah etalase. Selain itu ada juga satu etalase khusus yang berisi koleksi berbagai macam canting dari sejumlah negara. Untuk koleksi canting ini Smend bahkan berani mengatakan bahwa bahwa koleksinya terlengkap di dunia. Itu berarti di Indonesiapun tak ada yang memiliki koleksi selengkap dia, kan?
Bukan itu saja, museumnya juga menyediakan peralatan membatik bagi pengunjung. Memangnya Smend bisa membatik? Wow, jangan salah, dia telah belajar membatik secara khusus di Yogyakarta, pusatnya batik di Indonesia. Dia telah belajar sangat banyak tentang batik, teknik membatik dan segala hal tentang batik dari seorang seniman batik di Yogyakarta. Jadi, jangan heran kalau dia benar-benar tahu tentang batik.
Untuk melengkapi kecintaannya terhadap batik, Smend secara rutin menggelar pameran batik di berbagai negara. Termasuk di negara asal batik, Indonesia ! Dia juga telah menulis 2 buah buku tentang batik : From The Courts of Java and Sumatra (2000) dan Batik 75 Selected Master Piece (2006).
Usai membaca kisah Smend aku tiba-tiba merasa sangat malu. Aku malu karena ternyata aku tak memiliki kecintaan yang lebih besar dari orang asing terhadap salah satu budaya agung milik bangsaku sendiri. Aku merasa sangat malu karena pengetahuanku tentang batik tidak ada artinya jika dibandingkan dengan pengetahuan Smend. Bahkan, aku tak bisa membatik seperti yang dilakukan Smend. Benar benar memalukan, bukan?
Oke, mari kita lihat kondisiku. Aku saja tak pernah terpikir untuk belajar cara membatik. Aku tak pernah tahu alat-alat yang digunakan untuk membatik. Aku tak tahu apa-apa tentang batik, selain bahwa batik kita telah diklaim negara lain sebagai miliknya (hal yang menyedihkan) dan bahwa batik Indonesia telah dinyatakan sebagai World Heritage pada tanggal 2 Oktober 2009 yang lalu (hal yang membanggakan).
Aku baru sekedar bangga bahwa batik telah dinyatakan sebagai warisan dunia. Aku baru sekedar bangga berbatik ke kantor ataupun ke resepsi pernikahan. Aku merasa senang saat menemukan motif batik tercetak dimana-mana : di kaos, kotak kardus tempat nasi/snack, kertas kado, kartu undangan, sandal, asesoris dll. Aku baru sebatas bangga bahwa batik telah "memasyarakat" di Indonesia, mulai dari anak-anak sampai orang tua.
Bukti lain bahwa batik sudah memasyarakat adalah menjamurnya toko batik, butik batik maupun batik online di negeri ini. Itu menunjukkan bahwa orang Indonesia sudah semakin senang dan bangga berbatik. Selain rasa senang bahwa orang Indonesia sudah bangga dan senang dengan batik, aku juga merasa bangga bahwa batik Indonesia dikenal dan dicintai di luar negeri.
Sekarang, mari kita bayangkan saat Smend mengadakan pameran batik di Indonesia. Andai saat itu aku datang ke pameran batiknya Smend bisa membayangkan apa yang terjadi? Tentu saja, seorang warga negara Indonesia (yaitu aku!) akan sangat terheran-heran sekaligus kagum melihat barang-barang yang dipamerkannya. Akan lebih menggelikan apabila justru Smend yang sibuk memberikan informasi mengenai batik budaya Indonesia itu kepada seorang warga Indonesia (yaitu aku!). Menyedihkan bukan?
Namun, aku yakin pada saat melihat pameran itu rasa nasionalisme-ku belum terusik. Karena mungkin yang aku rasakan saat itu hanyalah rasa malu. Selain itu yang ada dalam pikiranku adalah kebanggaan bahwa batik Indonesia telah begitu dicintai orang asing. Lain halnya jika ada negara lain yang mengklaim batik sebagai budaya mereka. Aku yakin. pada saat itu aku baru akan merasa terusik rasa nasionalisme-ku.
Padahal jika dilihat dengan benar, harusnya pameran batik yang diselenggarakan oleh orang asing itu juga mengusik rasa nasionalisme-ku. Bayangkan saja jika semua anak bangsa sama sepertiku, merasa bangga bahwa orang asing bisa mencintai budaya kita lebih daripada kita sendiri. Apa yang akan terjadi? Aku yakin, perlahan namun pasti budaya itu akan segera bilang dari negara ini dan berpindah ke negara lain. Rasa bangga saja tanpa tindakan nyata untuk menyelamatkan dan melestarikan budaya bangsa tidak ada artinya.
Jika tidak ada anak bangsa yang paham tentang pengetahuan tentang batik, tidak ada yang bisa membatik, apa yang kelak akan terjadi? Sementara orang asing, seperti yang dilakukan Smend di Jerman sana, malah getol belajar membatik. Sama seperti yang terjadi pada gamelan/wayang. Anak bangsa malah jarang yang tertarik dan belajar gamelan/wayang, sementara orang asing (di beberapa negara) malah giat belajar gamelan/wayang.
Semoga saja, kita semua, sebagai anak bangsa dan warga Negara Indonesia bisa mulai menyadari untuk menjaga budaya agung nenek moyang kita. Semoga kita punya tekad dan semangat untuk melestarikannya, sebelum budaya Bangsa Indonesia "berpindah" ke negara lain. Bukankah sesal belakang tiada gunanya?
sumber: Jawa Pos, Rabu tanggal 27 Pebruari 2013
Terus terang berita itu menggelitikku untuk mengetahui lebih lanjut tentang seberapa besar kecintaan Smend terhadap batik. Setelah selesai membacanya, mau tak mau aku harus mengakui bahwa ternyata Smend memang sangat mencintai batik! Kecintaannya terhadap batik bukan sekedar ditunjukkan dengan menggunakan batik, tetapi lebih dari itu.
Bayangkan saja, dia memiliki koleksi batik yang tak bisa dibilang sedikit. Khusus untuk koleksi batik klasik, dia memiliki ruangan khusus untuk memajangnya. Tapi yang ada di museumnya bukan hanya kain batik saja. Di dinding museumnya juga terpajang rapi koleksi stamp (alat untuk mencetak pola batik) yang berjumlah puluhan jenis. Dia hampir yakin kalau koleksi stamp yang dimilikinya mungkin saja yang terlengkap di dunia ini.
Dia juga mengkoleksi pernak-pernik pembuatan batik mulai dari wajan atau wax pan sampai bahan pewarna. Pernak-pernik itu dipajangnya secara khusus di sebuah etalase. Selain itu ada juga satu etalase khusus yang berisi koleksi berbagai macam canting dari sejumlah negara. Untuk koleksi canting ini Smend bahkan berani mengatakan bahwa bahwa koleksinya terlengkap di dunia. Itu berarti di Indonesiapun tak ada yang memiliki koleksi selengkap dia, kan?
Bukan itu saja, museumnya juga menyediakan peralatan membatik bagi pengunjung. Memangnya Smend bisa membatik? Wow, jangan salah, dia telah belajar membatik secara khusus di Yogyakarta, pusatnya batik di Indonesia. Dia telah belajar sangat banyak tentang batik, teknik membatik dan segala hal tentang batik dari seorang seniman batik di Yogyakarta. Jadi, jangan heran kalau dia benar-benar tahu tentang batik.
Untuk melengkapi kecintaannya terhadap batik, Smend secara rutin menggelar pameran batik di berbagai negara. Termasuk di negara asal batik, Indonesia ! Dia juga telah menulis 2 buah buku tentang batik : From The Courts of Java and Sumatra (2000) dan Batik 75 Selected Master Piece (2006).
Usai membaca kisah Smend aku tiba-tiba merasa sangat malu. Aku malu karena ternyata aku tak memiliki kecintaan yang lebih besar dari orang asing terhadap salah satu budaya agung milik bangsaku sendiri. Aku merasa sangat malu karena pengetahuanku tentang batik tidak ada artinya jika dibandingkan dengan pengetahuan Smend. Bahkan, aku tak bisa membatik seperti yang dilakukan Smend. Benar benar memalukan, bukan?
Oke, mari kita lihat kondisiku. Aku saja tak pernah terpikir untuk belajar cara membatik. Aku tak pernah tahu alat-alat yang digunakan untuk membatik. Aku tak tahu apa-apa tentang batik, selain bahwa batik kita telah diklaim negara lain sebagai miliknya (hal yang menyedihkan) dan bahwa batik Indonesia telah dinyatakan sebagai World Heritage pada tanggal 2 Oktober 2009 yang lalu (hal yang membanggakan).
Aku baru sekedar bangga bahwa batik telah dinyatakan sebagai warisan dunia. Aku baru sekedar bangga berbatik ke kantor ataupun ke resepsi pernikahan. Aku merasa senang saat menemukan motif batik tercetak dimana-mana : di kaos, kotak kardus tempat nasi/snack, kertas kado, kartu undangan, sandal, asesoris dll. Aku baru sebatas bangga bahwa batik telah "memasyarakat" di Indonesia, mulai dari anak-anak sampai orang tua.
Bukti lain bahwa batik sudah memasyarakat adalah menjamurnya toko batik, butik batik maupun batik online di negeri ini. Itu menunjukkan bahwa orang Indonesia sudah semakin senang dan bangga berbatik. Selain rasa senang bahwa orang Indonesia sudah bangga dan senang dengan batik, aku juga merasa bangga bahwa batik Indonesia dikenal dan dicintai di luar negeri.
Sekarang, mari kita bayangkan saat Smend mengadakan pameran batik di Indonesia. Andai saat itu aku datang ke pameran batiknya Smend bisa membayangkan apa yang terjadi? Tentu saja, seorang warga negara Indonesia (yaitu aku!) akan sangat terheran-heran sekaligus kagum melihat barang-barang yang dipamerkannya. Akan lebih menggelikan apabila justru Smend yang sibuk memberikan informasi mengenai batik budaya Indonesia itu kepada seorang warga Indonesia (yaitu aku!). Menyedihkan bukan?
Namun, aku yakin pada saat melihat pameran itu rasa nasionalisme-ku belum terusik. Karena mungkin yang aku rasakan saat itu hanyalah rasa malu. Selain itu yang ada dalam pikiranku adalah kebanggaan bahwa batik Indonesia telah begitu dicintai orang asing. Lain halnya jika ada negara lain yang mengklaim batik sebagai budaya mereka. Aku yakin. pada saat itu aku baru akan merasa terusik rasa nasionalisme-ku.
Padahal jika dilihat dengan benar, harusnya pameran batik yang diselenggarakan oleh orang asing itu juga mengusik rasa nasionalisme-ku. Bayangkan saja jika semua anak bangsa sama sepertiku, merasa bangga bahwa orang asing bisa mencintai budaya kita lebih daripada kita sendiri. Apa yang akan terjadi? Aku yakin, perlahan namun pasti budaya itu akan segera bilang dari negara ini dan berpindah ke negara lain. Rasa bangga saja tanpa tindakan nyata untuk menyelamatkan dan melestarikan budaya bangsa tidak ada artinya.
Jika tidak ada anak bangsa yang paham tentang pengetahuan tentang batik, tidak ada yang bisa membatik, apa yang kelak akan terjadi? Sementara orang asing, seperti yang dilakukan Smend di Jerman sana, malah getol belajar membatik. Sama seperti yang terjadi pada gamelan/wayang. Anak bangsa malah jarang yang tertarik dan belajar gamelan/wayang, sementara orang asing (di beberapa negara) malah giat belajar gamelan/wayang.
Semoga saja, kita semua, sebagai anak bangsa dan warga Negara Indonesia bisa mulai menyadari untuk menjaga budaya agung nenek moyang kita. Semoga kita punya tekad dan semangat untuk melestarikannya, sebelum budaya Bangsa Indonesia "berpindah" ke negara lain. Bukankah sesal belakang tiada gunanya?
sumber: Jawa Pos, Rabu tanggal 27 Pebruari 2013
Waah jadi malu sama Smend ya mbak hehhe.
BalasHapusEh kita sama2 membuat tulisan untuk kontes blog ini di menit2 terakhir dead line ya mbak. Sukses ya mbak, tulisan yang menggugah :)
Keren Mbak tulisannya, jadi tambah wawasan :)
BalasHapusSemoga berjaya yaaa...
@zaffara >> malah semula kupikir aku tak akan sempat ikutan kontes ini mbak, karena selain modemku yang putus2 terus aku seharian kemarin juga sudah kebut buat 2 postingan utk GA. Tapi Alhamdulillah, di detik2 terakhir aku berhasil juga menulis postingan ini, yg merupakan postingan ketigaku di tgl 28 Pebruari. Hehehe..
BalasHapus@Yunda Hamasah >> Terimakasih doanya mbak Keke. Iya memang, apa yang dilakukan Smend itu benar2 mengejutkan aku sekaligus membuatku malu.
saya mempunyai beberapa kemeja batik, tetapi sayang, hanya dipakai ngantor di hari hari tertentu atau pada event tertentu :)
BalasHapusShasa bener2 lengket dengan Ayahnya ya Mbak... anak Ayah banget nih kayaknya.. ayoo Ayah, hati2 nanti Shasa diambil pangerannya :D
BalasHapuswaw waw...mestinya ibunya nongol sedikit di poto dong
BalasHapus@jarwadi >> kalau gitu sih persis bangetspt aku hehehe
BalasHapus@Diah >> Aduh, ini komennya salah kamar Say... hehehe. Tapi gak apa2 deh... Oke, shasa emang lengket banget dg ayahnya. Ya sebelum Shasa dibawa pangerannya sih biar aja mereka lengket sepuasnya
@Muhammad A Vip >> walah postingan ini dibuat mepet banget ama deadline, jadi gak sempet masukin foto hehehe
lho ada kontesnya toh. hihih padahal baru aja nulis soal baju batik.
BalasHapus@Sang Cerpenis Bercerita >> Kirain waktu mbak Fanny posting tentang baju2 batik itu dalam rangka GA ini lo.
BalasHapus