Sejujurnya banyak sekali kenangan tak terlupakan dalam hidupku. Namun, kali ini aku ingin berbagi salah satu dari beberapa kenangan yang tak terlupakan milikku. Mengapa aku memilih kenangan yang ini? Karena kenangan ini bukan saja kenangan yang membahagiakan tapi juga kenangan yang menyedihkan. Penasaran...? Cekidot....
Suatu hari di bulan Nopember 1995 aku diwisuda. Suatu peristiwa yang tentu saja sangat menyenangkan dan tak terlupakan. Setelah berjuang selama 5 tahun menuntut ilmu akhirnya aku berhak juga mendapatkan gelar sarjanaku. Gelar yang aku persembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta.
Untuk acara wisudaku, sudah hadir kedua orang tuaku serta adikku yang datang dari Solo (dia kuliah di Solo). Tak lupa datang juga calon suamiku yang sengaja datang dari Bandung untuk menemaniku di hari istimewaku. Aku bahagia, karena semua orang yang aku sayangi berkumpul untuk merayakan keberhasilanku.
Kebahagiaanku semakin lengkap, saat beberapa sahabat sengaja datang menemuiku usai acara wisudaku. Namun, ternyata ada 2 sahabatku yang tidak datang : Dyah dan Afifah. Dyah tidak datang, karena tiba-tiba memutuskan pulang ke Jakarta hanya 2 hari sebelum aku wisuda. Alasannya, ibunya sakit. Padahal saat itu aku tahu bahwa ibunya justru telah membaik setelah sempat sakit sebelumnya. Terus terang aku kecewa sekali karena Dyah tidak bisa menemaniku di hari istimewaku.
Yang kedua, Afifah. Rupanya hari itu dia tidak "ditakdirkan" untuk menemui aku di hari istimewaku itu. Setelah acara wisuda usai, dia mencariku di gedung tempat wisuda. Tapi tak bertemu aku. Dia melanjutkan mencariku di fakultas, karena biasanya para wisudawan memang menyempatkan diri untuk foto-fotoan di fakultas usai wisuda. Rupanya, sesampai dia di fakultas, dia mendapat kabar kalau aku baru saja meninggalkan fakultas. Sebagai usaha terakhir, dia mengunjungi tempat kostku dengan harapan masih bisa menemuiku. Ternyata sesampai di kostku dia tak berhasil bertemu denganku karena sebelum ke tempat kost aku dan keluarga mampir dulu untuk makan siang.
Sesampai di tempat kost, teman-teman kost bilang bahwa Afifah kebingungan mencariku. Mereka juga berkata bahwa Afifah sempat menitikkan air mata karena tak bisa menemui aku di hari istimewaku, padahal dia sudah berusaha untuk mencariku kemana-mana. Segera saja, segala kegembiraanku terhapus mendengar berita itu.
Akhirnya, kedua orangtuaku yang hendak pulang kembali ke Madiun, menawarkan diri untuk mengantarku sampai rumah Afifah. Aku menyetujuinya, apalagi calon suamiku juga mau menemani aku untuk bertemu dengan Afifah. Singkat kata, kami sampai di rumah Afifah. Melihat kedatanganku, Afifah lantas menghambur dan memelukku sambil menangis. Aku pun menangis, antara rasa sedih karena tak punya kenangan wisuda (foto) bersamanya sekaligus rasa sedih karena aku membuatnya menangis hari itu.
Usai kami menangis berdua, kulihat calon suamiku dan Afifah sembunyi-sembunyi saling memberi kode. Aku yang curiga bertanya pada mereka ada apa. Tapi keduanya mengelak untuk bicara. Akhirnya setelah aku desak, Afifah baru bercerita. Rupanya, Dyah (sahabatku yang pulang ke Jakarta menjelang hari wisudaku) sedang berduka, karena setibanya dia di Jakarta, tak lama kemudian ibunya meninggal dunia. Jadi, persis semalam sebelum aku wisuda Dyah kehilangan Ibunya tercinta untuk selama-lamanya.
Dyah menyampaikan kabar itu pada Afifah dan berpesan agar memberitahuku setelah acara wisuda selesai. Malam itu juga Afifah menyempatkan diri mencari calon suamiku untuk menyampaikan berita duka itu. Mereka sepakat akan memberitahuku setelah acara wisuda selesai. Kedua orangtuaku setuju. Semua itu dilakukan semata-mata agar aku tak bersedih di hari istimewaku. Jadi, di hari aku wisuda itu, Afifah berusaha keras mencariku karena 2 alasan : ingin menemaniku di hari istimewaku sekaligus ingin menyampaikan berita duka itu buatku.
Sungguh, mendengar berita itu aku syok dan merasa bersalah pada Dyah. Aku merasa bersalah karena sempat menyesali keputusannya pulang ke Jakarta (tanpa diminta keluarganya) dan meninggalkan aku di hari istimewaku. Aku pun tak dapat menahan tangis. Sekali lagi aku menangis, dan melihatku menangis Afifah pun kembali menangis bersamaku. Kami berangkulan dan menangis bersama. Sementara calon suamiku hanya dapat memandang kami tanpa kata.
Saat hendak meninggalkan rumah Afifah, hujan turun dengan sangat derasnya. Tapi aku memaksa untuk pulang ke tempat kostku. Akhirnya, aku dan calon suamiku memilih jalan kaki dengan sepayung berdua. Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya diam tak banyak kata. Sementara calon suamiku juga hanya mampu diam dan merengkuh lenganku sambil berjalan berdua di bawah payung.
Kalau ingat kejadian jalan berdua, berpayung di bawah hujan deras, sebenarnya momen saat itu romantis sekali. Tapi karena saat itu suasana hatiku sedang campur aduk tak karuan, kata romantis tak terpikirkan sama sekali olehku saat itu.
Itulah salah satu kenangan yang tak terlupakan dalam hidupku.
Suatu hari di bulan Nopember 1995 aku diwisuda. Suatu peristiwa yang tentu saja sangat menyenangkan dan tak terlupakan. Setelah berjuang selama 5 tahun menuntut ilmu akhirnya aku berhak juga mendapatkan gelar sarjanaku. Gelar yang aku persembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta.
Untuk acara wisudaku, sudah hadir kedua orang tuaku serta adikku yang datang dari Solo (dia kuliah di Solo). Tak lupa datang juga calon suamiku yang sengaja datang dari Bandung untuk menemaniku di hari istimewaku. Aku bahagia, karena semua orang yang aku sayangi berkumpul untuk merayakan keberhasilanku.
Kebahagiaanku semakin lengkap, saat beberapa sahabat sengaja datang menemuiku usai acara wisudaku. Namun, ternyata ada 2 sahabatku yang tidak datang : Dyah dan Afifah. Dyah tidak datang, karena tiba-tiba memutuskan pulang ke Jakarta hanya 2 hari sebelum aku wisuda. Alasannya, ibunya sakit. Padahal saat itu aku tahu bahwa ibunya justru telah membaik setelah sempat sakit sebelumnya. Terus terang aku kecewa sekali karena Dyah tidak bisa menemaniku di hari istimewaku.
Yang kedua, Afifah. Rupanya hari itu dia tidak "ditakdirkan" untuk menemui aku di hari istimewaku itu. Setelah acara wisuda usai, dia mencariku di gedung tempat wisuda. Tapi tak bertemu aku. Dia melanjutkan mencariku di fakultas, karena biasanya para wisudawan memang menyempatkan diri untuk foto-fotoan di fakultas usai wisuda. Rupanya, sesampai dia di fakultas, dia mendapat kabar kalau aku baru saja meninggalkan fakultas. Sebagai usaha terakhir, dia mengunjungi tempat kostku dengan harapan masih bisa menemuiku. Ternyata sesampai di kostku dia tak berhasil bertemu denganku karena sebelum ke tempat kost aku dan keluarga mampir dulu untuk makan siang.
Sesampai di tempat kost, teman-teman kost bilang bahwa Afifah kebingungan mencariku. Mereka juga berkata bahwa Afifah sempat menitikkan air mata karena tak bisa menemui aku di hari istimewaku, padahal dia sudah berusaha untuk mencariku kemana-mana. Segera saja, segala kegembiraanku terhapus mendengar berita itu.
Akhirnya, kedua orangtuaku yang hendak pulang kembali ke Madiun, menawarkan diri untuk mengantarku sampai rumah Afifah. Aku menyetujuinya, apalagi calon suamiku juga mau menemani aku untuk bertemu dengan Afifah. Singkat kata, kami sampai di rumah Afifah. Melihat kedatanganku, Afifah lantas menghambur dan memelukku sambil menangis. Aku pun menangis, antara rasa sedih karena tak punya kenangan wisuda (foto) bersamanya sekaligus rasa sedih karena aku membuatnya menangis hari itu.
Usai kami menangis berdua, kulihat calon suamiku dan Afifah sembunyi-sembunyi saling memberi kode. Aku yang curiga bertanya pada mereka ada apa. Tapi keduanya mengelak untuk bicara. Akhirnya setelah aku desak, Afifah baru bercerita. Rupanya, Dyah (sahabatku yang pulang ke Jakarta menjelang hari wisudaku) sedang berduka, karena setibanya dia di Jakarta, tak lama kemudian ibunya meninggal dunia. Jadi, persis semalam sebelum aku wisuda Dyah kehilangan Ibunya tercinta untuk selama-lamanya.
Dyah menyampaikan kabar itu pada Afifah dan berpesan agar memberitahuku setelah acara wisuda selesai. Malam itu juga Afifah menyempatkan diri mencari calon suamiku untuk menyampaikan berita duka itu. Mereka sepakat akan memberitahuku setelah acara wisuda selesai. Kedua orangtuaku setuju. Semua itu dilakukan semata-mata agar aku tak bersedih di hari istimewaku. Jadi, di hari aku wisuda itu, Afifah berusaha keras mencariku karena 2 alasan : ingin menemaniku di hari istimewaku sekaligus ingin menyampaikan berita duka itu buatku.
Sungguh, mendengar berita itu aku syok dan merasa bersalah pada Dyah. Aku merasa bersalah karena sempat menyesali keputusannya pulang ke Jakarta (tanpa diminta keluarganya) dan meninggalkan aku di hari istimewaku. Aku pun tak dapat menahan tangis. Sekali lagi aku menangis, dan melihatku menangis Afifah pun kembali menangis bersamaku. Kami berangkulan dan menangis bersama. Sementara calon suamiku hanya dapat memandang kami tanpa kata.
Saat hendak meninggalkan rumah Afifah, hujan turun dengan sangat derasnya. Tapi aku memaksa untuk pulang ke tempat kostku. Akhirnya, aku dan calon suamiku memilih jalan kaki dengan sepayung berdua. Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya diam tak banyak kata. Sementara calon suamiku juga hanya mampu diam dan merengkuh lenganku sambil berjalan berdua di bawah payung.
Kalau ingat kejadian jalan berdua, berpayung di bawah hujan deras, sebenarnya momen saat itu romantis sekali. Tapi karena saat itu suasana hatiku sedang campur aduk tak karuan, kata romantis tak terpikirkan sama sekali olehku saat itu.
Itulah salah satu kenangan yang tak terlupakan dalam hidupku.
Tulisan ini diikutkan dalam GiveAway "Tanda Kasih Buat Kamu"
pasti bangga bgd punya sahabat2 hebat kaya mereka.. semoga persabatan kk trs terjaga smp hayat ^^.. indah bgd lihat ketulusan + rasa saling ngejaga satu sm lain. Mksh kk udh ikutan gabung GA nya :) salam kenaL.. Good Luck ^^
BalasHapusah jadi teringat pada momen2 salah paham dengan para sahabat, apalagi sampai akhir pun tak ketahuan sebabnya.
BalasHapusberuntung dirimu mbak, karena sahabat Dyah tak hadir karena hal yang diapun pasti tak menginginkannya.
semoga berjaya di GA ini ya mbak
Jadi terharu mbak.Tapi ternyata ada hal romantis diujung hari yang justru terlupa dan baru disadari sekarang ya hehehe ....
BalasHapus@empieee >> aku bangga dan bahagia bersahabat dengan mereka. Mereka telah memberi banyak sekali warna dalam hidupku :) Terimakasih sudah menyediakan "tempat" bagiku utk berbagi kenangan tak terlupakan itu
BalasHapus@nique >> sayang sekali ya mbak jika gara2 salah paham persahabatan jadi hancur karenanya.
@goresanku >> bener banget mbak Winny... justru setelah kejadian itu terlewatkan sekian lama, aku baru menyadari kalau sebenarnya ending kisahku saat itu romantis banget hehehe
@PakIes >> Afifah memang sahabat yang sangat istimewa, selama kami bersahabat dia lebih berperan sebagai "mentor" bagiku. Dia memang luar biasa... :)