Kita semua tentu tahu tentang Kartini, si pejuang emansipasi perempuan di Indonesia. Perjuangan Kartini berbeda dibandingkan pahlawan lainnya. Jika pahlawan lain berjuang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan, tidak dengan Kartini. Semasa hidupnya, dia memperjuangkan hak perempuan Indonesia melalui pena. Melalui surat-surat yang dikirimkannya pada sahabat penanya di luar negeri, Kartini banyak menyalurkan ide, pemikiran dan keinginannya tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempua.
Surat-surat itu kemudian dihimpun dan diterbitkan dalam Bahasa Belanda, yang kemudian di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" oleh Armin Pane (1938). Harus diakui bahwa ternyata pemikiran Kartini tentang emansipasi perempuan itu bergema luas. Apa yang disampaikannya dalam surat-suratnya ternyata mampu menginspirasi dan dan mengilhami perempuan untuk menuntut persamaan haknya.
Apa yang dilakukan oleh Kartini itu aku lihat juga dalam diri Fera Nuraini. Dia adalah Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong sebagai pekerja rumah tangga. Melalui Blognya Buruh Migran Hong Kong dia banyak menuliskan tentang nasib kaum BMI yang kurang beruntung di berbagai negara. Dia juga tak henti menyuarakan keingingan dan tuntutannya (serta keingingan dan tuntutan kaum BMI lainnya) untuk mendapatkan perhatian yang semestinya dari Pemerintah RI.
Lihat saja tulisannya yang berjudul Surat Terbuka Untuk Bapak Presiden. Dengan berani, Mbak Fera menyatakan tuntutan dan kekecewaan atas sikap Presiden yang seakan tak peduli pada nasib yang menimpa kaum buruh migran pada umumnya dan kasus yang menimpa Erwiana.
Dari tulisan di atas jelas terlihat bahwa Mbak Fera mengkritik Menteri Tenaga Kerja ataupun Presiden RI yang tak tahu kasus yang menimpa Erwiana. Dan surat itu secara terbuka menuntut pemerintah memberikan perhatian yang lebih pada kasus-kasus yang menimpa warganya yang (terpaksa) bekerja di luar negeri.
Melalui surat itu pula Mbak Fera menceritakan pengalamannya yang memilukan saat bekerja di Hong Kong. Meski mendapat perlakuan yang tak menyenangkan dan nyaris ingin bunuh diri (karena tak kuat menanggung siksaan dari majikan) dia berusaha bertahan, demi kedua orang tuanya. Bahkan Mbak Fera dengan tegas berulang kali mengatakan bahwa Hong Kong bukanlah surganya bagi para pekerja rumah tangga.
Masih di dalam suratnya itu, disampaikannya bahwa mereka (kaum buruh migran) terpaksa memilih pekerjaan itu karena minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Mereka tak ada yang memilih bekerja di luar negeri sebagai buruh migran jika Indonesia menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, tak lupa disampaikannya saran kepada Pemerintah untuk memperbaiki nasib BMI.
Tulisan di atas hanyalah satu dari banyaknya tulisan di blognya untuk mengabarkan pada dunia betapa beratnya menjadi BMI. Perjuangannya tak berhenti sampai di situ saja, tulisannya tak hanya ada di dalam blognya. Kita bisa menemukan tulisannya di media cetak, di kompasiana atau di kebebasaninformasi.org. Salah satu tulisannya di kebebasaninformasi.org yang menarik untuk dibaca adalah 150.000 Buruh Migran Rumah Tangga Di Hongkong, Perlu Jaminan Hak Atas Informasi
foto dari sini
foto dari sini
Mencermati berbagai tulisannya, terkesan bahwa Mbak Fera memiliki keberanian dan semangat untuk memperbaiki nasib BMI. Tulisannya cerdas dan bernas. Dia pun memiliki semangat luar biasa untuk terus belajar dan menambah pengetahuan. Semua tulisannya itu dibuat untuk menunjukkan pada dunia bahwa mereka (kaum BMI) bukanlah orang bodoh yang hanya menerima nasib saja. Sangat sesuai dengan tagline yang diusung dalam blognya : Melawan Penilaian Bodoh Terhadap Buruh Migran Dengan Menulis.
Semua yang dilakukannya itu mengingatkanku pada sosok Kartini. Aku seolah menemukan ada Kartini di dada seorang Fera Nuraini! Semoga semua yang diperjuangkannya selama ini (melalui tulisan-tulisannya) akan membuahkan hasil. Semoga!
Artikel ini diikutkan dalam Giveaway Ada Kartini Di Dadamu
Surat-surat itu kemudian dihimpun dan diterbitkan dalam Bahasa Belanda, yang kemudian di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" oleh Armin Pane (1938). Harus diakui bahwa ternyata pemikiran Kartini tentang emansipasi perempuan itu bergema luas. Apa yang disampaikannya dalam surat-suratnya ternyata mampu menginspirasi dan dan mengilhami perempuan untuk menuntut persamaan haknya.
Apa yang dilakukan oleh Kartini itu aku lihat juga dalam diri Fera Nuraini. Dia adalah Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong sebagai pekerja rumah tangga. Melalui Blognya Buruh Migran Hong Kong dia banyak menuliskan tentang nasib kaum BMI yang kurang beruntung di berbagai negara. Dia juga tak henti menyuarakan keingingan dan tuntutannya (serta keingingan dan tuntutan kaum BMI lainnya) untuk mendapatkan perhatian yang semestinya dari Pemerintah RI.
Lihat saja tulisannya yang berjudul Surat Terbuka Untuk Bapak Presiden. Dengan berani, Mbak Fera menyatakan tuntutan dan kekecewaan atas sikap Presiden yang seakan tak peduli pada nasib yang menimpa kaum buruh migran pada umumnya dan kasus yang menimpa Erwiana.
Pak Presiden, awal tahun 2014 ini, kami, para BMI di Hong Kong dikejutkam dengan adanya kasus penganiayaan terhadap kawan kami bernama Erwiana Sulistyaningsih (23) yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Saya tidak tahu, apakah Bapak sudah mendengar kabar ini atau belum, karena Pak menteri Muhaimin sendiri baru tahu setelah saya colek di twitter.
Dari tulisan di atas jelas terlihat bahwa Mbak Fera mengkritik Menteri Tenaga Kerja ataupun Presiden RI yang tak tahu kasus yang menimpa Erwiana. Dan surat itu secara terbuka menuntut pemerintah memberikan perhatian yang lebih pada kasus-kasus yang menimpa warganya yang (terpaksa) bekerja di luar negeri.
Melalui surat itu pula Mbak Fera menceritakan pengalamannya yang memilukan saat bekerja di Hong Kong. Meski mendapat perlakuan yang tak menyenangkan dan nyaris ingin bunuh diri (karena tak kuat menanggung siksaan dari majikan) dia berusaha bertahan, demi kedua orang tuanya. Bahkan Mbak Fera dengan tegas berulang kali mengatakan bahwa Hong Kong bukanlah surganya bagi para pekerja rumah tangga.
Masih di dalam suratnya itu, disampaikannya bahwa mereka (kaum buruh migran) terpaksa memilih pekerjaan itu karena minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Mereka tak ada yang memilih bekerja di luar negeri sebagai buruh migran jika Indonesia menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, tak lupa disampaikannya saran kepada Pemerintah untuk memperbaiki nasib BMI.
Bapak Presiden yang saya hormati, kalau memang pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan masih ingin terus mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, saya berharap kepada Bapak Presiden untuk meningkatkan pembekalan dan perlindungan bagi warga yang sedang bekerja di luar negeri.
Tulisan di atas hanyalah satu dari banyaknya tulisan di blognya untuk mengabarkan pada dunia betapa beratnya menjadi BMI. Perjuangannya tak berhenti sampai di situ saja, tulisannya tak hanya ada di dalam blognya. Kita bisa menemukan tulisannya di media cetak, di kompasiana atau di kebebasaninformasi.org. Salah satu tulisannya di kebebasaninformasi.org yang menarik untuk dibaca adalah 150.000 Buruh Migran Rumah Tangga Di Hongkong, Perlu Jaminan Hak Atas Informasi
foto dari sini
foto dari sini
Mencermati berbagai tulisannya, terkesan bahwa Mbak Fera memiliki keberanian dan semangat untuk memperbaiki nasib BMI. Tulisannya cerdas dan bernas. Dia pun memiliki semangat luar biasa untuk terus belajar dan menambah pengetahuan. Semua tulisannya itu dibuat untuk menunjukkan pada dunia bahwa mereka (kaum BMI) bukanlah orang bodoh yang hanya menerima nasib saja. Sangat sesuai dengan tagline yang diusung dalam blognya : Melawan Penilaian Bodoh Terhadap Buruh Migran Dengan Menulis.
Semua yang dilakukannya itu mengingatkanku pada sosok Kartini. Aku seolah menemukan ada Kartini di dada seorang Fera Nuraini! Semoga semua yang diperjuangkannya selama ini (melalui tulisan-tulisannya) akan membuahkan hasil. Semoga!
semoga saja para BMI bisa didengarkan suara nya dan bisa direalisasikan hak hak nya ya buk karena setiap warga negara ingin diayomi oleh pemerintah nya ;)
BalasHapusSemoga mereka tetap berani menyuarakan isi hati mereka dan mendapat perhatian dari pemerintah agar nasib mereka berubah.
Hapushebat banget mbak fera ini ya mbak,,sangat mengispirasi banget,,andaikan ada banyak fera di indonesia pasti negeri kita tidak seperti ini,,,masih ada kepedulian yg sangat besar,,,
BalasHapusSemoga dengan hadirnya mbak Fera ini nasib para BMI juga mendapat perhatian lebih dari pemerintah ya.
HapusTerima kasih atas partisipasi sahabat dalam Giveaway Ada Kartini di Dadamu di BlogCamp.
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
Terimakasih Pakde... :)
HapusBerani ya mbak fera bersurat ke bapak Presiden. Mencerminkan sekali kartini masa kini. Semoga sukses ga nya mbak.
BalasHapusIya Mbak.. itu surat terbuka pada Presiden.
HapusHarapannya tentu saja agar Presiden baca dan kemudian memberikan perhatiannya :)
Betul sekali, mbak Fera juga suka nulis di facebook dan selalu bisa menyemangati orang lain...
BalasHapusOh, sudah temenan juga dengan Mbak Fera di facebook ya?
Hapusmemang harus ada seseorang yg berani mengungkapkan keadaan yg sebenarnya.. semoga ke depannya jadi lebih baik
BalasHapusAamiin... kita doakan bersama ya mbak :)
Hapussemoga perjuangannya akan membuahkan hasil yang baik
BalasHapusAamiin... terimakasih doanya Pak :)
HapusBMI, pahlawan yang terabaikan. Pemerintah wajib memberikan perhatian dan perlindungan kepada mereka. pahlawan Devisa.
BalasHapusSemoga kelak (di era pemerintahan baru yang sebentar lagi ganti) perhatian pemerintah pada BMI jauh lebih baik :)
HapusHuugg mak Reniiii
BalasHapusSelamat ya mak menjadi pemenang lombanya Pak de
saya gak tau harus ngomong ala ni, hiks, baca aja mewek.
Mak Reni juga kereenn, semangat terus ya mak
Lho... kenapa jadi mewek Mak...
HapusHadeehhhh cup.. cup....
Mak Fera kudu tetap semangat juga yaaa... :)
"Melawan Penilaian Bodoh Terhadap Buruh Migran Dengan Menulis. " > keren & mulia. Kalau BMI yang di TimTeng, ada yang nulis blog juga nggak ya.
BalasHapus