“Yah, bulan depan masa berlaku SIM ku habis lo.”
“Lalu…?”
“Kok lalu, sih? Ya diperpanjang lah.”
Sungguh aku gemas melihat sikap kalem suamiku menanggapi ucapanku barusan. Lama kupandang suamiku, tapi tetap tak ada reaksi.
“Yah…. Kok diam saja sih?”
“Habis Mama aneh. Mau apa perpanjang SIM? Kan setelah perpanjangan SIM 5 tahun lalu Mama sudah tak pernah bawa motor lagi.”
Memang benar apa yang dikatakan suamiku. SIM yang kuperpanjang 5 tahun yang lalu memang tak pernah kupakai. Aku kehilangan rasa percaya diriku di jalan raya, setelah berulang kali menyaksikan kecelakaan di depan mataku. Apalagi setelah seorang teman mengalami kecelakaan dan menyebabkan kematian orang lain. Iih, makin menguap saja keberanianku membawa kendaraan di jalan raya.
“Nah, sekarang Mama malah diam. Emangnya Mama mau bawa motor sendiri lagi?”
“Ya enggak sih, Yah.”
“Jadi buat apa perpanjang SIM? Buang-buang uang aja, Ma.”
“Yaaa, kan punya SIM itu penting, Yah.”
“Penting? Penting apanya, Ma?”
“Lho…, Ayah ini gimana sih. Nanti kalau gak punya SIM aku gak bisa lagi pergi dengan Ayah kemana-mana naik motor.”
“Hahaha…, mana ada aturan seperti itu? Mama ini ada-ada saja.”
“Masak Ayah gak tahu?”
“Gak tahu apa maksudnya?”
“Kan SIM itu singkatan dari Surat Ijin Membonceng,” kataku manja menggoda suamiku.
“Lalu…?”
“Kok lalu, sih? Ya diperpanjang lah.”
Sungguh aku gemas melihat sikap kalem suamiku menanggapi ucapanku barusan. Lama kupandang suamiku, tapi tetap tak ada reaksi.
“Yah…. Kok diam saja sih?”
“Habis Mama aneh. Mau apa perpanjang SIM? Kan setelah perpanjangan SIM 5 tahun lalu Mama sudah tak pernah bawa motor lagi.”
Memang benar apa yang dikatakan suamiku. SIM yang kuperpanjang 5 tahun yang lalu memang tak pernah kupakai. Aku kehilangan rasa percaya diriku di jalan raya, setelah berulang kali menyaksikan kecelakaan di depan mataku. Apalagi setelah seorang teman mengalami kecelakaan dan menyebabkan kematian orang lain. Iih, makin menguap saja keberanianku membawa kendaraan di jalan raya.
“Nah, sekarang Mama malah diam. Emangnya Mama mau bawa motor sendiri lagi?”
“Ya enggak sih, Yah.”
“Jadi buat apa perpanjang SIM? Buang-buang uang aja, Ma.”
“Yaaa, kan punya SIM itu penting, Yah.”
“Penting? Penting apanya, Ma?”
“Lho…, Ayah ini gimana sih. Nanti kalau gak punya SIM aku gak bisa lagi pergi dengan Ayah kemana-mana naik motor.”
“Hahaha…, mana ada aturan seperti itu? Mama ini ada-ada saja.”
“Masak Ayah gak tahu?”
“Gak tahu apa maksudnya?”
“Kan SIM itu singkatan dari Surat Ijin Membonceng,” kataku manja menggoda suamiku.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Kinzihana.
Duhhh, co cwitt mbak Reniiii... ^_^
BalasHapusSukses GAnya ya mbaaakkk :')
ceileeeh, pinter nih 'ngeles'nya :D
BalasHapusmoga bisa menang, Mak! Maknyus di ending
Hmmmmm...selain surat ijin membonceng juga ijin mennnnnnn...lain lain...hihihihi
BalasHapusRin >> hihihi... kurang lebih spt itu percakapanku dg suamiku 3 bulan lalu :)
BalasHapus@Arga Litha >> Makasih Tha... :)
@Lieshadi >> Mbak Lies... Mennnn... apa hayyyoooo... kok gak diterusin? :p
Harusnya daku merayu suamiku begini dari dulu yaa hahaha
BalasHapusmakasih ya mak sudah berpartisipasi.
@Hana Sugiharti >> Lo.., sekarang masih boleh lo merayu spt itu mbak. Gak ada kata terlambat.. ;)
BalasHapusSama, SIM-ku dah abiss... mau perpanjang lagi (berapa meter yah>)
BalasHapus@Gus Priyono >> Hahaha... mau berapa panjang Mas.. :p
BalasHapus