Shasa-ku pada dasarnya anak yang pemalu dan tak percaya diri. Aku masih ingat sekali dulu kalau bertemu dengan orang lain yang belum dikenalnya, Shasa pasti akan bersembunyi di belakang punggungku. Begitu juga saat pertama kali aku mendaftarkannya masuk Playgroup pada usia 4 tahun. Dia hanya senyum-senyum saja waktu ditanya oleh guru-guru disana.
Pada saat Shasa baru duduk di TK B "nol besar" gurunya berinisiatif untuk mendaftarkannya mengikuti lomba mewarnai bersama dengan murid-murid lainnya. Itu pengalaman pertamanya mengikuti lomba. Kami semua (aku, suami dan Shasa) antusias sekali menyambut hari itu, tentu saja dengan harap-harap cemas tentang apa yang akan terjadi nanti.
Sayangnya, beberapa hari sebelum lomba itu aku jatuh sakit. Aku menderita batuk yang sangat parah, sampai-sampai setiap aku batuk, perutku terasa sangat sakit. Dalam kondisi seperti itu, sebenarnya aku tak ingin menemani Shasa berlomba. Alasanku adalah aku malu jika semua orang memandangku yang terus menerus batuk tanpa henti. Tapi, karena Shasa tak mau berangkat jika aku tak menemani, akhirnya aku pun berangkat juga.
Saat itu lomba dilaksanakan di Plaza Madiun, sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar di kotaku. Sesampainya di sana, Shasa keder juga melihat begitu banyak orang. Setiap anak diantar oleh tuanya, belum lagi guru-guru yang juga menemani. Jadi, bisa dibayangkan betapa berjubelnya orang yang ada di sana. Melihat situasi seperti itu, Shasa hanya bisa menempel ketat di sampingku. Bahkan waktu gurunya membujuk Shasa agar mau bergabung dengan teman-teman yang lain, Shasa menolak.
Akhirnya kepanikan pun muncul saat acara lomba hendak dimulai. Saat itu setiap anak (peserta lomba) mulai diminta untuk duduk di arena lomba. Nah, Shasa harus dibujuk dulu untuk mau duduk disana. Dia hanya menggeleng dan makin menggenggam erat tanganku. Akhirnya, aku berhasil menuntunnya untuk masuk ke arena dan duduk disana. Namun, perjuangan belum selesai karena Shasa minta aku tetap duduk di sampingnya menemaninya. Padahal aturannya kan melarang orang tua ada di dalam arena lomba.
Akhirnya Shasa kupindahkan duduknya di deretan paling pinggir, sehingga aku bisa dekat dengannya meskipun aku di luar batas arena lomba. Shasa sempat juga merajuk saat aku hendak meninggalkannya, tapi kuyakinkan padanya bahwa aku tak akan kemana-mana. Kukatakan bahwa aku hanya akan tetap berdiri di luar garis batas arena lomba dan dia bisa setiap saat melihatku. Akhirnya Shasa pun mau, tapi pandangannya tak juga lepas dariku.
Selama menunggui dan menemani Shasa berlomba, aku sangat tersiksa. AC ruangan yang sangat dingin membuat batukku makin menjadi dan aku pun terus terbatuk-batuk sepanjang acara. Guru-guru Shasa dan suamiku tak tega melihatku yang terbatuk-batuk seperti itu. Mereka memintaku untuk manjauh mencari tempat yang lebih 'hangat' agar batukku bisa sedikit mereda. Namun, aku tak bisa meninggalkan tempat lomba itu, karena sepanjang lomba berlangsung Shasa berulang kali memandangku untuk memastikan aku masih ada menemaninya disana.
Akhirnya, karena aku sudah tak kuat lagi (mukaku sampai merah padam saat itu karena terus menerus batuk) aku pun menjauh. Aku minta suamiku untuk menggantikan posisiku, sehingga Shasa tahu bahwa dia tak ditinggalkan. Meskipun aku sudah menjauh, tapi tetap saja aku masih terbatuk-batuk. Yang jelas aku malu sekali, karena semua mata memandang iba padaku atas 'penderitaan'ku itu.
Untungnya, Shasa berhasil juga menyelesaikan tugasnya mewarnai gambarnya. Jangan tanya soal hasilnya, karena dia menyelesaikannya dengan sangat terburu-buru. Dia tak ingin berlama-lama berada dalam arena lomba itu. Saat gambarnya selesai, dia memandang pada ayahnya dan menunjukkan bahwa dia sudah selesai. Saat ayahnya memberi kode padanya agar gambarnya diserahkan pada panitia, Shasa hanya menggelengkan kepala. Akhirnya, ayahnya masuk ke arena lomba, mengambil gambar itu dan menyerahkannya pada panitia, sambil terus menggandeng tangan Shasa.
Walau tak menang, setidaknya aku bangga pada Shasa yang tak sampai menangis. Ada anak yang menangis, karena ketakutan saat orang tuanya meninggalkannya sendiri di arena lomba. Anak itu tak bisa dibujuk dan ngotot minta ibunya menemaninya di arena lomba, sementara aturan lomba melarang hal itu. Akhirnya anak itu batal ikut lomba. Sementara Shasa, meskipun diliputi perasaan takut yang sama, tapi dia berhasil juga menyelesaikan 'tugasnya' mewarnai, walau hanya seadanya.
Itu pengalamanku saat pertama kali mengantarkan Shasa berlomba. Pengalaman yang tak akan aku lupakan sampai kapanpun. Alhamdulillah, setelah berulang kali mengikutsertakannya dalam beberapa lomba, Shasa mulai berani. Bahkan, belakangan Shasa yang berinisiatif meminta untuk mengikuti suatu lomba. Tapi untuk mencapai semua itu aku harus sabar menjalani proses demi proses hingga akhirnya Shasa bisa mengikuti lomba dengan lebih percaya diri.
Yang jelas, tanpa pengalaman pertama mengikuti lomba mewarnai itu, mungkin Shasa tak akan sampai pada pencapaiannya hingga saat ini. Pengalaman pertama yang berharga bagi kami sekeluarga... (^_^)
Tulisan ini diikutsertakan untuk memeriahkan acara My First GiveAway - Pengalaman Pertama yang diadakan oleh Corat.Coret.Una.
Pada saat Shasa baru duduk di TK B "nol besar" gurunya berinisiatif untuk mendaftarkannya mengikuti lomba mewarnai bersama dengan murid-murid lainnya. Itu pengalaman pertamanya mengikuti lomba. Kami semua (aku, suami dan Shasa) antusias sekali menyambut hari itu, tentu saja dengan harap-harap cemas tentang apa yang akan terjadi nanti.
Sayangnya, beberapa hari sebelum lomba itu aku jatuh sakit. Aku menderita batuk yang sangat parah, sampai-sampai setiap aku batuk, perutku terasa sangat sakit. Dalam kondisi seperti itu, sebenarnya aku tak ingin menemani Shasa berlomba. Alasanku adalah aku malu jika semua orang memandangku yang terus menerus batuk tanpa henti. Tapi, karena Shasa tak mau berangkat jika aku tak menemani, akhirnya aku pun berangkat juga.
Saat itu lomba dilaksanakan di Plaza Madiun, sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar di kotaku. Sesampainya di sana, Shasa keder juga melihat begitu banyak orang. Setiap anak diantar oleh tuanya, belum lagi guru-guru yang juga menemani. Jadi, bisa dibayangkan betapa berjubelnya orang yang ada di sana. Melihat situasi seperti itu, Shasa hanya bisa menempel ketat di sampingku. Bahkan waktu gurunya membujuk Shasa agar mau bergabung dengan teman-teman yang lain, Shasa menolak.
Akhirnya kepanikan pun muncul saat acara lomba hendak dimulai. Saat itu setiap anak (peserta lomba) mulai diminta untuk duduk di arena lomba. Nah, Shasa harus dibujuk dulu untuk mau duduk disana. Dia hanya menggeleng dan makin menggenggam erat tanganku. Akhirnya, aku berhasil menuntunnya untuk masuk ke arena dan duduk disana. Namun, perjuangan belum selesai karena Shasa minta aku tetap duduk di sampingnya menemaninya. Padahal aturannya kan melarang orang tua ada di dalam arena lomba.
Akhirnya Shasa kupindahkan duduknya di deretan paling pinggir, sehingga aku bisa dekat dengannya meskipun aku di luar batas arena lomba. Shasa sempat juga merajuk saat aku hendak meninggalkannya, tapi kuyakinkan padanya bahwa aku tak akan kemana-mana. Kukatakan bahwa aku hanya akan tetap berdiri di luar garis batas arena lomba dan dia bisa setiap saat melihatku. Akhirnya Shasa pun mau, tapi pandangannya tak juga lepas dariku.
Selama menunggui dan menemani Shasa berlomba, aku sangat tersiksa. AC ruangan yang sangat dingin membuat batukku makin menjadi dan aku pun terus terbatuk-batuk sepanjang acara. Guru-guru Shasa dan suamiku tak tega melihatku yang terbatuk-batuk seperti itu. Mereka memintaku untuk manjauh mencari tempat yang lebih 'hangat' agar batukku bisa sedikit mereda. Namun, aku tak bisa meninggalkan tempat lomba itu, karena sepanjang lomba berlangsung Shasa berulang kali memandangku untuk memastikan aku masih ada menemaninya disana.
Akhirnya, karena aku sudah tak kuat lagi (mukaku sampai merah padam saat itu karena terus menerus batuk) aku pun menjauh. Aku minta suamiku untuk menggantikan posisiku, sehingga Shasa tahu bahwa dia tak ditinggalkan. Meskipun aku sudah menjauh, tapi tetap saja aku masih terbatuk-batuk. Yang jelas aku malu sekali, karena semua mata memandang iba padaku atas 'penderitaan'ku itu.
Untungnya, Shasa berhasil juga menyelesaikan tugasnya mewarnai gambarnya. Jangan tanya soal hasilnya, karena dia menyelesaikannya dengan sangat terburu-buru. Dia tak ingin berlama-lama berada dalam arena lomba itu. Saat gambarnya selesai, dia memandang pada ayahnya dan menunjukkan bahwa dia sudah selesai. Saat ayahnya memberi kode padanya agar gambarnya diserahkan pada panitia, Shasa hanya menggelengkan kepala. Akhirnya, ayahnya masuk ke arena lomba, mengambil gambar itu dan menyerahkannya pada panitia, sambil terus menggandeng tangan Shasa.
Walau tak menang, setidaknya aku bangga pada Shasa yang tak sampai menangis. Ada anak yang menangis, karena ketakutan saat orang tuanya meninggalkannya sendiri di arena lomba. Anak itu tak bisa dibujuk dan ngotot minta ibunya menemaninya di arena lomba, sementara aturan lomba melarang hal itu. Akhirnya anak itu batal ikut lomba. Sementara Shasa, meskipun diliputi perasaan takut yang sama, tapi dia berhasil juga menyelesaikan 'tugasnya' mewarnai, walau hanya seadanya.
seperti ini ekspresi tegang Shasa saat harus sendirian di arena lomba mewarnai (maaf gambarnya burem banget)
Itu pengalamanku saat pertama kali mengantarkan Shasa berlomba. Pengalaman yang tak akan aku lupakan sampai kapanpun. Alhamdulillah, setelah berulang kali mengikutsertakannya dalam beberapa lomba, Shasa mulai berani. Bahkan, belakangan Shasa yang berinisiatif meminta untuk mengikuti suatu lomba. Tapi untuk mencapai semua itu aku harus sabar menjalani proses demi proses hingga akhirnya Shasa bisa mengikuti lomba dengan lebih percaya diri.
Yang jelas, tanpa pengalaman pertama mengikuti lomba mewarnai itu, mungkin Shasa tak akan sampai pada pencapaiannya hingga saat ini. Pengalaman pertama yang berharga bagi kami sekeluarga... (^_^)
Tulisan ini diikutsertakan untuk memeriahkan acara My First GiveAway - Pengalaman Pertama yang diadakan oleh Corat.Coret.Una.
tapi sekarang udah pede ya? btw, mbak...belum masuk transferannya. mbak kirimnya lewat apa ya?
BalasHapusHihi keren, yang penting sekarang udah berani, ga perlu ditungguin ibu~ hihihi.
BalasHapusTerimakasih Mbak Reniii sudah kucatat :)
Ah, Shasa kecil....
BalasHapusImut dan lucu...
Bukankah sekarang dia sudah semakin banyak mengikuti lomba dari debut awalnya ini? :)
Jadi pengen ketemu Shasa
#mlipir ke pojokan sambil berdo'a
Iya Mbak, memang butuh perjuangan ya untuk mendapat satu pencapaian, walau mungkin menurut orang lain biasa saja, tapi buat kita para Ibu, sekecil apapun kemajuan yang dicapai anak2 kita, itu sangatlah berharga...
BalasHapusSemoga menang ya Mbak, berasa sekali suasananya, Shasa yang tegang, Mbak Ren yang berjuang melawan batuk ;) Sucses terus ya buat Shasa...
Hihihi الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين shasa akhirnya berani yah sekarang..
BalasHapusMoga nanti ayra juga jadi anak pemberani kyk shasa. Amin
Moga menang kontesnya ya..
memang kebanyakan anak punya reaksi seperti itu mba, sangat takut jika jauh dari ibunya. Tapi itu hanya saat pertama dan kedua kali, kali berikutnya jadi terbiasa dan berani, terbukti pada shasa kan? Intan juga seperti itu dulunya mba..
BalasHapusMakasih lho udah mampir ke pojok maya saya, iya mba, belum sempat posting, wara wiri terus di kantor, meeting sana sini. maklumlah kuli kontrakan. hehe
semua pasti ada yang pertama ya
BalasHapusPerasaan tadi udah ngasih komen disini lho, kok ga ada ya? apa tadi ya komennya, jadi lupa tantenya nih Sha.
BalasHapuswishing all d best aja deh untuk Shasa ya.... pertama memang takut ya Sha, namanya msh anak2 banget, kalo skrg sih udah pemberani dunk, berani ikut kontes dimana mana nih pastinya nanti, (kayak mama.., hehe).
Anak Indonesia anak pemberani ya Sha? Harus donk!
satu lagi mba, saya ada PR untuk mba lho, semoga berkenan, mohon di cek di http://my-virtualcorner.blogspot.com/2011/11/pr-sekolah-dasar.html
BalasHapustrims mba Reni...
iya mba.. deg-degan ya liat anak-anak ikut lomba..serasa ibunya yg ikutan
BalasHapus@Fanny >> Alhamdulillah mbak, Shasa udah mulai PD kok sekarang.
BalasHapus@Una >> iya sih.. tapi prosesnya menuju 'berani' itu lama banget... hehehe
@Anazkia >> emang sih mbak, sekarang 'jam terbang' Shasa udah tinggi jadi dia bisa lebih PD kalau ikutan lomba :) Ayo dong, kapan bisa ketemuan ama Shasa ?
@Yunda >> Mbak, bener banget ituuuu... sekecil apapun kemajuan anak2 kita, rasanya udah sesuatu banget ya? :)
Terima kasih banyak doanya ya mbak...
@Nia >> Ya, semoga aja nanti Ayra jadi anak pemberani, cerdas dan kaya akan prestasi ya? Amin...
@Alaika >> maaf mbak, komen masuk kotak moderasi dulu. Semoga tak mengurangi kenyamanan komen disini ya?
Setelah berkali-kali ikut lomba dan mulai 'terbiasa' dg suasana lomba, jadi Shasa sudah tak terlalu takut lagi. Kalau deg2an menjelang lomba sih biasa ya... yang penting dia tetap bisa tampil dg baik.
@Ami >> iya mbak, apapun itu pasti diawali dengan langkah 'pertama'. :)
@Hilsya >> hahaha, bener banget. Yang lomba anaknya, yg deg-degan emaknya..
setiap anak memang beda2 Mba pembawaannya. Ada yg cepat beradaptasi dengan orang lain atau teman2 baru atau malau2 seperti Shasa. Tapi dengan pengalaman pertama itu, pasti Sasha akan lebih mudah menyesuaikan diri alias pedenya tambah....
BalasHapusIbu adalah pendukung setia....
BalasHapus:)
bener bener Ibu yang baik ....
BalasHapusmeskipun sakit batuk parah gitu, tetep aja nganterin anak kesayangan.
hiks, aku kok terharu ya Mbak...
@Bang Pendi >> Memang benar bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Berkat mendapat banyak pengalaman di berbagai lomba, jadinya shasa sekarang sudah makin PD.
BalasHapus@zone >> betul itu... rasanya itu adalah naluri seorang ibu ya?
@Elsa >> soalnya gak tega juga sih melepas shasa sendiri. Di satu sisi Shasa pengen banget ikut lomba itu, disisi lain dia takut berada di tempat ramai. Jadi dia butuh banget dukungan :)
@Bang Pendi >> Memang benar bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Berkat mendapat banyak pengalaman di berbagai lomba, jadinya shasa sekarang sudah makin PD.
BalasHapus@zone >> betul itu... rasanya itu adalah naluri seorang ibu ya?
@Elsa >> soalnya gak tega juga sih melepas shasa sendiri. Di satu sisi Shasa pengen banget ikut lomba itu, disisi lain dia takut berada di tempat ramai. Jadi dia butuh banget dukungan :)
Yang penting Shasa sudah berusaha ya mb..
BalasHapusKalau Dini beda mb, meskipun bisa di bilan dia penakut dan pemalu tapi kalau soal kumpul2 dia selalu meminta ibunya ikut datang tapi tunggu di luar atau belakang.
Dia tidak mau kalau ibunya melihat....malu mungkin ya.
perjuangan seorang ibu yang akhirnya membuahkan hasil lewat tumbuhnya rasa kepercayaan diri dari sang anak...
BalasHapussukses ya ngontesnya...!