Ketulusan dan Keikhlasan Al Kahfi

Nama Al Kahfi memang belum lama aku kenal, tapi ternyata namanya hampir selalu muncul dalam beberapa kali postingan baruku. Bukan saja di blog ini, tapi namanya juga muncul di blog pertamaku. Kehadirannya mau tak mau menuntunku untuk melakukan kunjungan balasan ke blognya. Dan, mulai saat itulah sedikit demi sedikit aku mengenal dirinya melalui tulisan-tulisannya.

Setelah beberapa kali mengunjungi blognya, aku mempunyai gambaran sendiri akan sosok Al Kahfi (sebelumnya aku minta maaf ya kalau gambaranku ini salah). Dia di mataku sejatinya adalah sosok yang melankolis. Dia intorvert dan cenderung suka bergumul dengan pikiran-pikiran yang bersliweran di kepalanya. Termenung mungkin merupakan kegiatan favoritnya. Beruntung kemudian dia dapat mencurahkan semua rasa yang terpendam dan semua pikiran yang berkecamuk di kepalanya ke dalam blognya.

Al Kahfi adalah pribadi yang sangat berhati-hati, teliti dan suka akan detil (so, pekerjaan sebagai arsitek cocok untuknya). Dia sangat tekun dan serius dalam memandang sesuatu. Dia cenderung setia, sangat perhatian dan memiliki rasa belas kasihan. Karena rasa belas kasihannya itulah dia pernah ditipu orang lain. Itulah sekilas gambaran yang aku dapatkan tentang sosok Al Kahfi dari tulisan-tulisannya. Sekali lagi maaf kalau aku salah ya...

Dari beberapa tulisan yang ada di blognya aku sangat suka dengan tulisannya yang berjudul : Ketika tulus dan ikhlas dipertanyakan? Melalui tulisannya itu Al Kahfi menggambarkan keadaan kita saat muncul niat yang tulus dan ikhlas dalam hati kita untuk melakukan 'sesuatu' bagi orang lain. Usaha yang kita lakukan untuk mewujudkan 'sesuatu' itu adalah wujud dari ketulusan dan keikhlasan kita untuk mewujudkan niat kita.

Namun, saat 'sesuatu' itu mampu kita wujudkan ternyata apa yang terjadi kemudian tak sesuai dengan harapan kita. Apa yang akan kita rasakan? Masih adakah ketulusan dan keikhlasan di hati kita menerima hal yang tak sesuai dengan harapan kita? Apakah ketulusan dan keikhlasan itu berganti dengan kekecewaan dan kemarahan?

Kita semua pasti pernah mengalami kejadian seperti itu, saat niat baik (yang disertai dengan ketulusan dan keikhlasan) ternyata tak dapat diterima dengan baik. Reaksi yang sangat manusiawi dan paling sering muncul di hati memang rasa sedih, marah, kecewa atau bahkan sakit hati. Namun disinilah kita harus kembali mempertanyakan ketulusan dan keikhlasan kita. Andai kita benar-benar tulus dan ikhlas dalam melakukan 'sesuatu' untuk orang lain, tentunya kita pun akan menerima dengan tulus dan ikhlas apapun hasil dari yang kita lakukan itu.

Itu makanya, kalimat penutup yang ditulis Al Kahfi dalam postingan itu sangat pas menurutku : Di sinilah diri diuji masih layakkah kita mengaku sebagai orang yang beriman ..... InsyaAllah.. Kalimat penutup itulah yang membuatku tercenung sekaligus menghujat diriku bahwa ternyata aku belum mampu untuk selalu tulus dan ikhlas dalam melakukan 'sesuatu' untuk orang lain. Karena beberapa kali aku masih memendam rasa sedih dan kecewa saat 'sesuatu' yang aku lakukan untuk orang lain tak diterima dengan baik.

Itulah mengapa, aku sangat menyukai tulisannya yang berjudul : Ketika tulus dan ikhlas dipertanyakan?, karena tulisan itu telah mengingatkan aku untuk kembali menilai kadar ketulusan dan keikhlasan dari apa yang aku lakukan.

Tulisan ini aku ikutsertakan dalam giveaway yang diselenggarakan oleh Al Kahfi. Bagi yang berminat mengikutinya segera saja meluncur ke sini ya?