Pages

Rabu, Oktober 26, 2011

Menanamkan kepercayaan

Sebenarnya, jika aku diminta untuk bercerita tentang cara mendidik anak, aku selalu bingung. Maksudku, aku bingung mulai dari mana. Selain itu, kita kan tidak mendidik anak dalam 1 hal saja, makanya aku bingung yang mana yang harus diceritakan. Kalau semuanya diceritakan... butuh waktu lama sekali baru selesai hehehe #dasarceriwis.

Misalkan saja, kita mengajarkan masalah kedisplinan pada anak. Banyak aspek yang diajarkan bukan? Mulai dari sekedar membiasakan makan di meja makan, sikat gigi 3 kali sehari sampai membiasakan untuk sholat. Tantangannya adalah kita harus selalu konsisten menerapkan aturan itu dalam kondisi apapun juga. Resikonya, siap-siap saja dicap sebagai ibu yang super duper cerewet, karena tak bosan-bosannya mengingatkan hal yang sama tiap hari. #sigh

Misalkan lagi, kita mengajarkan agar anak selalu bersikap jujur, mulai dari mengelola keuangan sampai jujur saat mengerjakan ulangan di sekolah. Tantangannya tentu saja kita harus bisa memberi contoh kepadanya. Resikonya? Paling-paling dianggap pelit, karena uang kembalian beli jajannya yang cuma Rp. 500 kita minta kembali. Atau harus tetap tersenyum saat nilai ulangannya adalah angka 9 jungkir balik, gara-gara dia sportif tidak nyontek saat ulangan.

aku dan shasa-ku yang kini kelas 6 SD

Namun, kali ini aku ingin bicara lebih banyak tentang menanamkan kepercayaan kepada anak. *mulai serius nih* Selama ini aku berusaha untuk membuat anakku percaya (khususnya) padaku. Dan aku berjuang untuk tetap menjaga kepercayaannya itu. Alasan aku melakukannya adalah :
1. Anakku lebih nyaman untuk curhat padaku daripada kepada ayahnya.
2. Lingkungan di luar rumah tak berada dalam kendali kita sebagai kedua orang tua.
3. Aku tak mungkin bisa mengontrol anakku selama 24 jam terus menerus.
4. Agar anakku tahu pasti kemana dia harus mengadu atas semua masalah yang dihadapinya.

Itu makanya, aku ingin anakku mempercayaiku untuk bercerita tentang hari-hari yang dijalaninya. Ataupun tentang masalah yang dihadapinya serta rahasia pribadinya. Melalui cerita yang disampaikannya padaku, aku bisa memantau dan mengetahui perkembangannya. Sehingga jika aku melihat ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan aku bisa segera turun tangan.

Namun, tak mudah membuatnya untuk mau menceritakan semuanya padaku. Apalagi jika ada hal yang menurutnya memalukan untuk diceritakan. Jika seperti itu, aku harus berjuang untuk membuatnya mau bicara. Tentu saja, sebelumnya aku berjanji untuk tidak akan mentertawakannya ataupun memarahinya. Aku katakan juga, jika dia tak mau terbuka padaku, aku tak akan tahu jika ternyata yang dihadapinya adalah masalah serius. Kusampaikan juga bahwa jika aku mengetahuinya terlambat, maka aku tak akan dapat membantunya.

Kuyakinkan padanya, bahwa bagaimanapun juga aku sebagai ibunya sudah jauh lebih berpengalaman darinya. Aku akan dengan mudah tahu apakah kejadian yang dialaminya itu biasa-biasa saja sehingga bisa dilupakan atau perlu campur tangan orang dewasa. Setelah mendengar penjelasanku itu, biasanya anakku mau bercerita, tapi sebelumnya selalu dengan pesan : jangan bilang sama ayah ya? (^_^)

Sejauh ini aku sudah berhasil membuktikan padanya, bahwa dia pantas untuk mempercayaiku. Biasanya setelah dia bercerita, aku akan bicara tentang plus minus kejadian tersebut. Aku akan mengajaknya melihat kejadian itu dari sisi yang lain. Atau terkadang, aku memberikan penilaianku atas kejadian yang diceritakan itu. Dengan demikian, aku berharap berhasil memasukkan prinsip dan nilai baik buruk terhadapnya.

Pada kesempatan lain, aku memberikan saran dan masukan terhadap ceritanya padaku. Suatu ketika anakku bercerita tentang suatu kejadian di sekolahnya. Menurutnya kejadian itu biasa-biasa saja, sehingga dia pun bercerita dengan sangat enteng. Namun, aku memandang kejadian itu luar biasa, sehingga jika aku diamkan akan merugikan seluruh siswa di sekolah itu. Kalau sudah begitu, aku biasanya tak segan turun tangan untuk membicarakan dengan pihak sekolah. Untungnya, setelah aku bicara dengan pihak sekolah, apa yang aku sampaikan mendapat perhatian dan ditindaklanjuti.

Untuk membuatnya lebih percaya padaku, aku juga selalu berusaha untuk berkata jujur padanya. Aku tak ingin membohonginya (kecuali saat  kami sedang bercanda, lho). Sehingga saat dia ragu-ragu dengan apa yang aku katakan, aku bisa dengan percaya diri berkata : "Apakah Mama pernah bohong?" Biasanya setelah mendengar pertanyaan itu, dia akan segera menjawab sambil tersenyum : "Enggak...."

Semua itu membuat anakku semakin percaya padaku, bahwa memang aku lebih tahu atau lebih berpengalaman daripadanya. Dia juga makin percaya bahwa dengan bercerita padaku dia akan selalu mendapat dukungan dariku, bukan malah mendapat ejekan atau kritikan. Kini, dia tak segan lagi bercerita padaku. Malah setiap malam, saat mau tidur, dia selalu berkata : "Ada yang akan aku ceritakan, Ma."

Kini aku hanya tinggal berusaha menjaga kepercayaannya itu. Walaupun aku kini ada rasa khawatir juga, karena dia sudah hampir masuk usia remaja (kelas 6 SD). Aku berharap, kepercayaannya padaku tak akan pernah luntur dan dia kelak tak akan segan-segan bercerita tentang kekasihnya padaku.  *mikirnya terlalu jauh ya?* Tentu saja biar aku tetap dapat mengontrolnya. Soalnya, aku ngeri sekali dengan pergaulan remaja masa kini.

Rasanya, setiap orang tua (apalagi yang punya anak perempuan yang sudah remaja) pasti memahami kecemasanku ini. Semoga saja kepercayaannya padaku tak akan pernah luntur. Amin.

******

Tulisan ini aku ikutsertakan dalam Giveaway "Anakku Sayang" yang diselenggarakan oleh Rumah Mauna dan ini adalah Fathan, putra Mbak Mauna, yang berusia 4 tahun. *kayaknya, Fathan tinggi ya?*


13 komentar:

  1. Apapun yang dilakukan oleh seorang anak, membangun rasa percaya diri sering kali menuntut bimbingan agar seorang anak dapat maju dari tingkat pemula ke tahap menengah sampai tingkat yang lebih maju. Bagaimana menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak kita untuk mencoba hal-hal baru itu semuanya diserahkan pada kita masing-masing.
    Moga menang kontesnya Mbak...

    BalasHapus
  2. Termasuk saya mb, apalagi pergaulan yang semakin hari semakin maju aja dan entah itu seperti apa...
    Kita juga dulunya pernah merasakan jadi anak-anak, sekolah dan remaja...pastilah gak pengen apa yng kita lakukan dulu di ikuti oleh anak..ya misal..cabut sekolah atau bolos dan lain-lain.

    sukses untuk kontesnya ya mb...

    ngak terasa ya mb, udah kelas 6, tahun depan udah mau SMP kalau Dini mau masuk SD.

    Mb , aku ada ninggalin pesan di fb lho...

    BalasHapus
  3. sadar ato tidak bahwa anak-anak kita akan berusaha meniru kita dalam segala hal, karena kitalah orang tua yang berinteraksi secara maksimal sejak kecil. Maka dengan keteladanan yang baik dan sholih, Insya Alloh pembelajaran hidup ke anak akan gampang disampaikan. Apalagi dengan mendidik diberikan kepercayaan, ini akan menumbuhkan sikap positif pada anak.

    BalasHapus
  4. Intinya jangan sampai bohong sama anak ya. Mbak Reni blognya ada dua tho~ makanya kok agak bingung.

    Waaa suaminya kelahiran Jogja? Aku juga hahaha, dan sekeluarga ga ada yang suka pedes, suka tapi ga makan banyak-banyak. Kalau aku benar-benar anti.
    Apa karena Jogjanya ya~ gatau lah hehehe.

    BalasHapus
  5. terima kasih atas partisipasi sahabat.
    anda telah tercatat sebagai peserta giveaway pertama rumahmauna “anakku sayang".

    saya sedang belajar ke arah sana. terima kasih telah membagi ilmunya, slm kenal jg buat bunda dan shasha.

    BalasHapus
  6. pantes nih dibaca istri saya kelak..

    BalasHapus
  7. Saya juga menerapkan hal yang sama mba terhadap putri saya, the only one child I have, menempatkan diri saya sebagai ibu, kakak dan sahabat baiknya, sehingga kapanpun dia butuh perhatian seorang ibu, dia akan ke saya, kapan dia butuh kakak dia akan ke saya dan kapan butuh sahabat dia juga akan ke saya. Hehe, bukannya mau monopoli lho, tapi anak harus tahu bahwa org tua khususnya ibu, adalah orang pertama yang menyimpan sejuta kasih, perlindungan dan kecintaan terhadapnya, yang juga menginginkan segala kebaikan tercipta untuk anaknya.
    Hadoh, lagi-lagi jadi kayak numpang posting di blognya mba deh ini.... maludotcom jadinya euy!
    Ampuuun mba... :-)

    BalasHapus
  8. tadi pagi fauzan nangis di sekolah, mungkin krn udah bete disuruh nulis & sempet sy omelin juga, belum lagi minta jajan gak sy kasih. Nah, sepanjang jalan (sambil nangis), dia selalu bilang : jangan bilang sama bapak & mbah ya kalo Aa nangis ..
    Tapi tetep sih sy cerita ke bapaknya dgn diam2, trus bapaknya pura2 gak tau. Eh, gak lama kok dia sendiri yg cerita ke bapaknya, hehehe ..
    Alhamdulillah, sampe skr dia selalu cerita apa2 ke kami, mudah2an selalu begitu sampai besar nanti.

    BalasHapus
  9. Menjadi orang tua dimasa sekarang terasa berat, lingkungan di luar rumah sangat dasyat membawa pengaruh, apalagi di usia remaja, spt saat ini Yoga sudah remaja, yang selalu membuat aku was-was mbak. Hanya do'a dan tauladan yg dapat kita berikan, iya khan mbak.

    BalasHapus
  10. anak lebih dekat dengan ibunya, kayak inyong dulu lebih enak cerita pada ibu

    BalasHapus
  11. wah kalo anak lebih percaya pada kita itu sudah kuncinya ya mbak. saya juga dari sekarang berusaha dekat sll dg anak, dan berusaha tahu apa saja kesehariannya selama tdk dg saya (saya bekerja)

    BalasHapus
  12. good luck ya mbak dengan kontesnya. mudah2an aku bisa ikutan

    BalasHapus
  13. tanamkan kepercayaan juga kepada ayahnya agar seimbang

    BalasHapus

Komentarnya dimoderasi dulu ya? Terimakasih sudah mampir dan meninggalkan jejak. (^_^)