Buku Enrique's Journey ini memang bukan buku baru, tapi aku baru mendapatkannya beberapa bulan lalu saat ada obral buku. Hal pertama yang membuatku tertarik untuk membacanya adalah sub judulnya : "Petualangan seorang anak di atas kereta api maut demi bersatu kembali dengan ibunya."
Mengingat bahwa buku itu ditulis berdasarkan kisah nyata, maka makin tergelitik rasa penasaranku. Mempertaruhkan hidup di atas kereta api maut demi untuk bertemu dengan ibunya? Wow... pasti ada alasan yang sangat special di balik tindakan itu bukan? Dan yang jelas, sebagai pemenang Pulitzer Prize 2003, berarti buku ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Oke, langsung aja kita bicarakan isi bukunya ya? Cekidot....
Mengingat bahwa buku itu ditulis berdasarkan kisah nyata, maka makin tergelitik rasa penasaranku. Mempertaruhkan hidup di atas kereta api maut demi untuk bertemu dengan ibunya? Wow... pasti ada alasan yang sangat special di balik tindakan itu bukan? Dan yang jelas, sebagai pemenang Pulitzer Prize 2003, berarti buku ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Oke, langsung aja kita bicarakan isi bukunya ya? Cekidot....
Lourdes, 24 tahun, menjalani hidup yang berat semenjak ditinggal pergi suaminya. Bertahan di Kota Tegucipalga-Honduras hanya akan memberikan masa depan yang suram baginya dan kedua anaknya : Belky (7 tahun) dan Enrique (5 tahun). Akhirnya, Lourdes mengambil keputusan untuk pergi ke AS. Dia harus mendapatkan banyak uang agar dapat dikirimkan ke rumah. Dia akan bekerja keras untuk menjamin anak-anaknya dapat bersekolah, mendapat makanan yang cukup dan pakaian yang layak.
Yang menyakitkan bagi Lourdes adalah bahwa kepergiannya ke AS (sebagai imigran ilegal) tak memberi jaminan baginya untuk dapat bertemu kembali dengan kedua anaknya. Dalam setiap pembicaraan di telepon, Enrique menuntut agar ibunya segera pulang kembali ke Honduras. Lourdes hanya bisa berjanji, namun tak sekalipun dia bisa menepati janjinya.
Setelah 12 tahun menunggu kepulangan ibunya dengan sia-sia, akhirnya Enrique nekad. Dia berniat menyusul ibunya ke AS dengan menumpang di atap kereta api barang. Perjalanan yang ditempuh Enrique (dan ratusan anak lainnya) sebagai imigran ilegal sangat berbahaya. Dia harus berhadapan dengan gangster yang menguasai atap kereta api, bandit di sepanjang rel kereta, polisi dan juga petugas imigrasi.
Hal yang paling 'ringan' yang dihadapi para imigran gelap itu adalah apabila ditangkap oleh petugas dan dideportasi. Namun, bahaya yang mengikuti sepanjang perjalanan (di atap kereta api maupun di sepanjang rel) adalah ancaman pemerasan, pemukulan, perampokan, pemerkosaan atau bahkan pembunuhan. Bertahan di atap kereta api juga bukan hal mudah, karena banyak anak-anak yang akhirnya kehilangan tangan dan atau kakinya akibat tergelincir dari atap kereta api.
Perjalanan Enrique untuk menemui ibunya juga tak mudah. Berulang kali dia mencoba dan gagal. Bahkan, pada perjalannya yang ketujuh, dia diserang dan dirampok di atap kereta api. Akibat dipukuli secara membabi buta sampai terjatuh dari atap kereta api, Enrique mengalami luka parah. Namun semua itu tak menyusutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibunya.
Perjalanan yang berat dalam kehausan, kelaparan dan ketakutan dijalani Enrique demi bertemu kembali dengan ibunya. Akhirnya, setelah delapan kali berusaha, dengan menempuh lebih dari 12.000 mil dan 122 hari, Enrique berhasil juga berkumpul kembali dengan ibunya.
Namun ternyata pertemuan kembali dengan ibu yang sekian lama dirindukan, tak membuat Enrique bahagia. Perasaan marah yang sekian lama dipendamnya karena ditinggalkan ibunya dan anggapan bahwa ibunya tak mencintainya, membuat hubungannya dengan Ibunya menjadi tegang. Setelah sekian lama hidup terpisah, mereka merasa asing satu sama lain.
Yang menyakitkan bagi Lourdes adalah bahwa kepergiannya ke AS (sebagai imigran ilegal) tak memberi jaminan baginya untuk dapat bertemu kembali dengan kedua anaknya. Dalam setiap pembicaraan di telepon, Enrique menuntut agar ibunya segera pulang kembali ke Honduras. Lourdes hanya bisa berjanji, namun tak sekalipun dia bisa menepati janjinya.
Setelah 12 tahun menunggu kepulangan ibunya dengan sia-sia, akhirnya Enrique nekad. Dia berniat menyusul ibunya ke AS dengan menumpang di atap kereta api barang. Perjalanan yang ditempuh Enrique (dan ratusan anak lainnya) sebagai imigran ilegal sangat berbahaya. Dia harus berhadapan dengan gangster yang menguasai atap kereta api, bandit di sepanjang rel kereta, polisi dan juga petugas imigrasi.
Hal yang paling 'ringan' yang dihadapi para imigran gelap itu adalah apabila ditangkap oleh petugas dan dideportasi. Namun, bahaya yang mengikuti sepanjang perjalanan (di atap kereta api maupun di sepanjang rel) adalah ancaman pemerasan, pemukulan, perampokan, pemerkosaan atau bahkan pembunuhan. Bertahan di atap kereta api juga bukan hal mudah, karena banyak anak-anak yang akhirnya kehilangan tangan dan atau kakinya akibat tergelincir dari atap kereta api.
Perjalanan Enrique untuk menemui ibunya juga tak mudah. Berulang kali dia mencoba dan gagal. Bahkan, pada perjalannya yang ketujuh, dia diserang dan dirampok di atap kereta api. Akibat dipukuli secara membabi buta sampai terjatuh dari atap kereta api, Enrique mengalami luka parah. Namun semua itu tak menyusutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibunya.
Perjalanan yang berat dalam kehausan, kelaparan dan ketakutan dijalani Enrique demi bertemu kembali dengan ibunya. Akhirnya, setelah delapan kali berusaha, dengan menempuh lebih dari 12.000 mil dan 122 hari, Enrique berhasil juga berkumpul kembali dengan ibunya.
Namun ternyata pertemuan kembali dengan ibu yang sekian lama dirindukan, tak membuat Enrique bahagia. Perasaan marah yang sekian lama dipendamnya karena ditinggalkan ibunya dan anggapan bahwa ibunya tak mencintainya, membuat hubungannya dengan Ibunya menjadi tegang. Setelah sekian lama hidup terpisah, mereka merasa asing satu sama lain.
******
Banyak hal yang dapat aku petik dan pelajari dari buku ini. Di awal membaca buku ini, aku nyaris tak sanggup melewati kisah-kisah mengenaskan yang dialami para imigran gelap itu. Penderitaan dan perjuangan mereka benar-benar membuatku tak habis pikir mengapa mereka bertahan melakukan perjalanan yang penuh bahaya itu. Hidup ternyata sangat keras, khususnya bagi mereka yang miskin dan tak punya kekuatan apa-apa. Meskipun demikian, mereka punya daya tahan yang luar biasa. *aku salut*
Di antara banyaknya orang-orang yang tak peduli dan tega berbuat jahat, namun ternyata masih banyak pula orang yang sangat peduli pada kaum migran itu. Olga Sanchez Martines adalah salah satu contohnya. Dia bekerja tanpa dibayar dari subuh sampai larut malam, tujuh hari seminggu. Dia melakukan apa saja demi mendapatkan uang untuk makanan, berunit-unit darah, obat-obatan, pengganti anggota badan dan sebidang tanah kecil untuk membangung tempat penampungan permanen. *aku tersentuh*
Penduduk Veracruz, yang tinggal di pinggir rel kereta api merupakan penduduk termiskin di Meksiko. Tapi kemiskinan mereka tak membuat mereka enggan berbagi. Mereka justru yang paling peduli dan sangat banyak memberi bantuan (makanan, minuman dan pakaian) pada para migran yang naik atap kereta api. Jika mereka punya 1 roti, mereka tak segan memberikan separuhnya pada para migran itu. Mereka sangat yakin bahwa Tuhan akan memberi mereka lebih banyak, jika mereka mau berbagi. *aku terinspirasi*
Melalui buku ini, aku jadi memahami dilema para wanita-wanita Indonesia yang memutuskan menjadi TKW. Kesulitan ekonomi dan hasrat untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, merupakan faktor pendorong utama mereka pergi mengadu nasib ke negara lain. Sayangnya, seperti ending dari kisah Enrique di atas, anak-anak menganggap kepergian ibunya karena ibunya tak sayang lagi kepada mereka. Mereka merasa diterlantarkan dan marah karena ibunya tak ada saat mereka membutuhkan kehadiran ibunya. *aku trenyuh*
Last but not least, penulis buku (Sonia Nazario) ini benar-benar membuatku kagum. Untuk mendapatkan gambaran utuh apa yang dialami Enrique dalam perjalanannya, dia rela menelusuri jejak perjalanan Enrique. Ia berada bersama ratusan remaja dan anak-anak Amerika Tengah yang mempertaruhkna nyawa di atas gerbong kereta api. Sonia menghabiskan waktu selama enam bulan untuk melakukan perjalanan tersebut.
Tak cukup dengan itu, dia juga melakukan wawancara terhadap seluruh keluarga Enrique, para petugas kepolisian/imigrasi, penduduk sekitar rel kereta api, serta semua orang yang pernah ditemui Enrique selama perjalanannya. Sonia mengumpulkan semua data secara akurat, detil dan rinci. Itu sebabnya dia membutuhkan waktu 5 tahun untuk menyelesaikan buku ini. *aku kagum*
Melalui buku ini kita dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang fenomena imigran ilegal ini. Baik itu mengenai akar permasalahannya maupun dampaknya dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, hukum maupun mental psikologis keluarganya. Itu sebabnya aku tak heran jika buku ini mendapatkan banyak penghargaan.
Di antara banyaknya orang-orang yang tak peduli dan tega berbuat jahat, namun ternyata masih banyak pula orang yang sangat peduli pada kaum migran itu. Olga Sanchez Martines adalah salah satu contohnya. Dia bekerja tanpa dibayar dari subuh sampai larut malam, tujuh hari seminggu. Dia melakukan apa saja demi mendapatkan uang untuk makanan, berunit-unit darah, obat-obatan, pengganti anggota badan dan sebidang tanah kecil untuk membangung tempat penampungan permanen. *aku tersentuh*
Penduduk Veracruz, yang tinggal di pinggir rel kereta api merupakan penduduk termiskin di Meksiko. Tapi kemiskinan mereka tak membuat mereka enggan berbagi. Mereka justru yang paling peduli dan sangat banyak memberi bantuan (makanan, minuman dan pakaian) pada para migran yang naik atap kereta api. Jika mereka punya 1 roti, mereka tak segan memberikan separuhnya pada para migran itu. Mereka sangat yakin bahwa Tuhan akan memberi mereka lebih banyak, jika mereka mau berbagi. *aku terinspirasi*
Melalui buku ini, aku jadi memahami dilema para wanita-wanita Indonesia yang memutuskan menjadi TKW. Kesulitan ekonomi dan hasrat untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, merupakan faktor pendorong utama mereka pergi mengadu nasib ke negara lain. Sayangnya, seperti ending dari kisah Enrique di atas, anak-anak menganggap kepergian ibunya karena ibunya tak sayang lagi kepada mereka. Mereka merasa diterlantarkan dan marah karena ibunya tak ada saat mereka membutuhkan kehadiran ibunya. *aku trenyuh*
Last but not least, penulis buku (Sonia Nazario) ini benar-benar membuatku kagum. Untuk mendapatkan gambaran utuh apa yang dialami Enrique dalam perjalanannya, dia rela menelusuri jejak perjalanan Enrique. Ia berada bersama ratusan remaja dan anak-anak Amerika Tengah yang mempertaruhkna nyawa di atas gerbong kereta api. Sonia menghabiskan waktu selama enam bulan untuk melakukan perjalanan tersebut.
Tak cukup dengan itu, dia juga melakukan wawancara terhadap seluruh keluarga Enrique, para petugas kepolisian/imigrasi, penduduk sekitar rel kereta api, serta semua orang yang pernah ditemui Enrique selama perjalanannya. Sonia mengumpulkan semua data secara akurat, detil dan rinci. Itu sebabnya dia membutuhkan waktu 5 tahun untuk menyelesaikan buku ini. *aku kagum*
Melalui buku ini kita dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang fenomena imigran ilegal ini. Baik itu mengenai akar permasalahannya maupun dampaknya dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, hukum maupun mental psikologis keluarganya. Itu sebabnya aku tak heran jika buku ini mendapatkan banyak penghargaan.
Judul : Enrique's Journey (Petualangan seorang anak di atas kereta api maut demi bersatu kembali dengan ibunya)
Penulis : Sonia Nazario
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2006 (Cetakan Kedua, April 2008)
Tebal : 396 halaman
Penulis : Sonia Nazario
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2006 (Cetakan Kedua, April 2008)
Tebal : 396 halaman
” Artikel ini diikutsertakan pada Book Review Contest di BlogCamp “
mba.. kayaknya tegucigalpa bukan di hungary.. saya sampe googling dan ternyata honduras
BalasHapusbuku model gini yang saya suka.. based on true story, good luck.. bagus ceritanya, bagus reviewnya juga
Saya telah membaca dengan cermat artikel sahabat.
BalasHapusSaya catat sebagai peserta
Terima kasih atas partisipasi sahabat
Salam hangat dari Surabaya
@hilsya >> makasih banget koreksinya. Iya aku salah ketik, karena kemarin ngetiknya malam2 dan aku jadwalkan terpublish pagi ini. Sekarang udah aku ganti dg Honduras. :)
BalasHapusBTW, aku juga lebih suka buku yang based on true story, tapi baru kali ini aku baca buku yg detil banget datanya. :)
@Pakde >> makasih ya Pakde :)
masih ada gak ya di toko toko buku masalahnya terbitah terakhirnya tahun 2008. semoga menang lah hehe...
BalasHapusSemakin banyak book review yang bertebaran semenjak adanya kontes ini..
BalasHapusUntuk reviewnya, maknyuss. Good luck untuk kontesnya ya :D
jadi happy ending ga kisahnya, kesannya enrique tidak memaafkan ibunya
BalasHapus*soal the amazing race, acara ini pernah disiarkan di trans tv tahun 2001/2002 sewaktu season awal, sekarang tayangnya di tv kabel axn
Buku yang menang Pulitzer Award kayak ini biasanya mengurai air mata, apalagi diambil dari kisah nyata..
BalasHapusKalo menang Pulitzer Prize, pastinya keren bgt ya mba Ren ini buku, aku blm tau nih, thanks infonya, mulai hunting ah he he.
BalasHapusGudlak ngontesnya yaa ;)
eh diedit yah bu? tadinya gak kayak gini deh isinya. :)
BalasHapus@yayack >> kayaknya masih ada... coba aja cari deh :)
BalasHapus@danu >> emang banyak yg ikutan kontes book review ini. Ikutan juga yukkk...
@r10 >> emang sih di akhir ada 'perdamaian' dg ibunya tapi rupanya masa2 'ditinggalkan' sang ibu tak bisa dilupakan oleh Enrique.
@pagi2buta >> betul sekali... hehehe
@orin >> aku juga baru tahu buku ini waktu ada obral buku beberapa waktu yg lalu. Sst... aku hobby banget hunting buku di acara obral buku hahaha
@Nuel >> bukan diedit.. justru tulisan disini adalah yg asli, khusus aku buat utk kontes. Sementara satunya sengaja aku edit dari tulisan ini, biar beda aja.. :)
waaah aku suka nih Mbak
BalasHapuskalo buku dapat banyak penghargaan gitu, artinya layak baca banget yaaa
kontesnya disini ya mb...,
BalasHapussaya juga sedang membuat satu blog khusus utk review juga mb.
Karna pengen aja...soalnya entah kenapa sejak saya suka dapat buku2 dari dunia maya jadi pengen aja di pisahkan dari cerita nyata, karna cerita nyata nantinya akan saya wariskan ke dini kalau udah besar...hehehhe
Selamat, review ini telah terpilih sebagai pemenang di book review contest BlogCamp. Sekali lagi, selamat!
BalasHapusreviewnya mantap
BalasHapus