Sudah bukan rahasia lagi bahwa bekerja sebagai TKW menjadi daya tarik sebagian besar masyarakat kita. Harapan untuk dapat memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik daripada sebelumnya menjadi motivasi utama. Ditambah dengan kisah sukses para TKW yang berhasil membangun rumahnya di kampung menjadi rumah gedong dan hadirnya motor-motor baru di sana.
Padahal, semua tak semudah tampaknya. Sudah bukan rahasia juga bahwa para TKW yang pulang kampung menjadi sasaran pemerasan selama perjalanan menuju kampungnya. Bahkan, berita tentang banyaknya TKW yang dianiaya oleh majikannya pun tak menyurutkan minat banyak wanita. Beratnya beban hidup di tanah air ditambah dengan sulitnya mencari lapangan pekerjaan, dan keinginan untuk merubah nasib benar-benar membuat banyak wanita berani mempertaruhkan segalanya.
Begitulah, ternyata merubah nasib tak semudah tampaknya. Semua itu aku ketahui setelah aku membaca tulisan mbak Tarry yang berjudul Gadis Desa Kesasar Di Canada. Mbak Hani, seorang TKW yang sekarang bekerja di Canada menegaskan hal itu. Selama 5 tahun bekerja di Singapore, ekonomi keluarga yang ditinggalkannya tak banyak berubah. Ternyata bukan uang yang berhasil dikumpulkannya, melainkan hanya sekoper foto-foto kenangan.
Ingin meraih kembali impiannya, mbak Hani pun berangkat menjadi TKW lagi. Kali ini dia berada di Taiwan selama 2 tahun lamanya. Dia lagi-lagi tak pandai menabung uang hasil kerja kerasnya selama 2 tahun. Sama seperti saat bekerja di Singapore, ternyata tak ada peningkatan yang berarti yang didapatkan keluarganya selama mbak Hani bekerja di Taiwan.
Belajar dari kedua kesalahan sebelumnya, mbak Hani pun kembali bekerja di Taiwan. Kali ini, dia mulai berhasil sedikit demi sedikit membantu perekonomian keluarga yang ditinggalkannya. Dia bahkan bisa mengganti dinding bambu rumah orang tuanya meskipun baru dalam wujud susunan bata.
Belum puas dengan hasil yang dicapainya, mbak Hani pun melanjutkan dengan kontrak ketiganya di Taiwan. Karena tertarik dengan tawaran bekerja di Canada, maka dalam menjalani kontrak ketiganya ini mbak Hani rela bekerja lebih keras disela-sela waktu 'dinas'nya.
Untuk menambah pemasukan, tanpa malu-malu dia mengumpulkan banyak ubi dan jagung yang tak terangkut buldozer. Mudah baginya mengumpulkan sisa-sisa ubi dan jagung itu, karena memang tempat mbak Hani bekerja adalah daerah pertanian. Ubi dan jagung itu diolahnya menjadi makanan ringan (kripik ubi dan marning jagung) yang kemudian dijualnya pada penduduk sekitar.
Berkat kerja kerasnya dan uang tabungan yang berhasil dikumpulkannya, akhirnya mbak Hani bisa juga berangkat ke Canada. Tak pernah sedikitpun terbersit dalam benaknya, jika suatu saat dia berkesempatan tinggal di Canada. Namun setelah sekian lama, kini dia berhasil mencapainya sekaligus memperbaiki perekonomian keluarganya.
Terus terang, aku salut dengan mbak Hani. Dia tak jemu memperjuangkan mimpinya untuk memperbaiki taraf hidup keluarganya. Dia rela bekerja keras untuk itu. Yang membuatku makin salut adalah dia dengan sepenuh hati memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. Dia juga dapat dengan cepat belajar apa yang harus dilakukannya demi meraih semua impiannya. Andai saja dia tak berinisiatif memanfaatkan sisa-sisa ubi dan jagung yang banyak ditemuinya, maka dia tak akan berada di Canada saat ini.
Kerja keras dan kemauan, itulah yang dibutuhkan untuk dapat berhasil. Apakah hal itu telah dipahami dan disadari oleh para wanita-wanita yang memutuskan mempertaruhkan nasib di negeri orang? Jika semua hanya terpaku pada besarnya gaji sebagaimana yang dibayangkan, tanpa menyadari perlunya kepandaian mengatur uang dan keberanian bekerja keras, maka semuanya hanya akan sia-sia saja. Karena ternyata semua tak semudah tampaknya.
Sebenarnya, selain kisah mbak Hani ini , ada banyak cerita tentang perjuangan para TKW di luar negeri yang dikisahkan oleh mbak Tarry di blognya. Namun, dari sekian banyak cerita, aku paling senang dengan kisah mbak Hani ini. Semoga saja, para wanita yang memutuskan untuk menjadi TKW sudah pernah membaca kisah perjuangan para TKW di negeri orang. Dengan demikian mereka akan siap bertarung dalam memperbaiki nasib mereka... karena semua memang tak semudah tampaknya.
"Artikel ini diikutsertakan dalam acara GIVEAWAY "CINTA ANTARA 2 NEGARA" yang diadakan oleh Tarry KittyHolic". Bagi yang tertarik untuk ikutan juga, silahkan meluncur ke sini.
Padahal, semua tak semudah tampaknya. Sudah bukan rahasia juga bahwa para TKW yang pulang kampung menjadi sasaran pemerasan selama perjalanan menuju kampungnya. Bahkan, berita tentang banyaknya TKW yang dianiaya oleh majikannya pun tak menyurutkan minat banyak wanita. Beratnya beban hidup di tanah air ditambah dengan sulitnya mencari lapangan pekerjaan, dan keinginan untuk merubah nasib benar-benar membuat banyak wanita berani mempertaruhkan segalanya.
Begitulah, ternyata merubah nasib tak semudah tampaknya. Semua itu aku ketahui setelah aku membaca tulisan mbak Tarry yang berjudul Gadis Desa Kesasar Di Canada. Mbak Hani, seorang TKW yang sekarang bekerja di Canada menegaskan hal itu. Selama 5 tahun bekerja di Singapore, ekonomi keluarga yang ditinggalkannya tak banyak berubah. Ternyata bukan uang yang berhasil dikumpulkannya, melainkan hanya sekoper foto-foto kenangan.
Ingin meraih kembali impiannya, mbak Hani pun berangkat menjadi TKW lagi. Kali ini dia berada di Taiwan selama 2 tahun lamanya. Dia lagi-lagi tak pandai menabung uang hasil kerja kerasnya selama 2 tahun. Sama seperti saat bekerja di Singapore, ternyata tak ada peningkatan yang berarti yang didapatkan keluarganya selama mbak Hani bekerja di Taiwan.
Belajar dari kedua kesalahan sebelumnya, mbak Hani pun kembali bekerja di Taiwan. Kali ini, dia mulai berhasil sedikit demi sedikit membantu perekonomian keluarga yang ditinggalkannya. Dia bahkan bisa mengganti dinding bambu rumah orang tuanya meskipun baru dalam wujud susunan bata.
Belum puas dengan hasil yang dicapainya, mbak Hani pun melanjutkan dengan kontrak ketiganya di Taiwan. Karena tertarik dengan tawaran bekerja di Canada, maka dalam menjalani kontrak ketiganya ini mbak Hani rela bekerja lebih keras disela-sela waktu 'dinas'nya.
Untuk menambah pemasukan, tanpa malu-malu dia mengumpulkan banyak ubi dan jagung yang tak terangkut buldozer. Mudah baginya mengumpulkan sisa-sisa ubi dan jagung itu, karena memang tempat mbak Hani bekerja adalah daerah pertanian. Ubi dan jagung itu diolahnya menjadi makanan ringan (kripik ubi dan marning jagung) yang kemudian dijualnya pada penduduk sekitar.
Berkat kerja kerasnya dan uang tabungan yang berhasil dikumpulkannya, akhirnya mbak Hani bisa juga berangkat ke Canada. Tak pernah sedikitpun terbersit dalam benaknya, jika suatu saat dia berkesempatan tinggal di Canada. Namun setelah sekian lama, kini dia berhasil mencapainya sekaligus memperbaiki perekonomian keluarganya.
Terus terang, aku salut dengan mbak Hani. Dia tak jemu memperjuangkan mimpinya untuk memperbaiki taraf hidup keluarganya. Dia rela bekerja keras untuk itu. Yang membuatku makin salut adalah dia dengan sepenuh hati memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. Dia juga dapat dengan cepat belajar apa yang harus dilakukannya demi meraih semua impiannya. Andai saja dia tak berinisiatif memanfaatkan sisa-sisa ubi dan jagung yang banyak ditemuinya, maka dia tak akan berada di Canada saat ini.
Kerja keras dan kemauan, itulah yang dibutuhkan untuk dapat berhasil. Apakah hal itu telah dipahami dan disadari oleh para wanita-wanita yang memutuskan mempertaruhkan nasib di negeri orang? Jika semua hanya terpaku pada besarnya gaji sebagaimana yang dibayangkan, tanpa menyadari perlunya kepandaian mengatur uang dan keberanian bekerja keras, maka semuanya hanya akan sia-sia saja. Karena ternyata semua tak semudah tampaknya.
Sebenarnya, selain kisah mbak Hani ini , ada banyak cerita tentang perjuangan para TKW di luar negeri yang dikisahkan oleh mbak Tarry di blognya. Namun, dari sekian banyak cerita, aku paling senang dengan kisah mbak Hani ini. Semoga saja, para wanita yang memutuskan untuk menjadi TKW sudah pernah membaca kisah perjuangan para TKW di negeri orang. Dengan demikian mereka akan siap bertarung dalam memperbaiki nasib mereka... karena semua memang tak semudah tampaknya.
"Artikel ini diikutsertakan dalam acara GIVEAWAY "CINTA ANTARA 2 NEGARA" yang diadakan oleh Tarry KittyHolic". Bagi yang tertarik untuk ikutan juga, silahkan meluncur ke sini.
ya menurut saya malah berat, bukannya mudah. karena di negara orang dg budaya dan bahasa yg berbeda. pasti sulit beradaptasinya.
BalasHapusPara TKW mempunyai daya juang yg luar biasa, rela meninggalkan kampung halaman, jauh dari keluarga. kuat menghadapi tantangan di negri org.
BalasHapusSmg menjadi pemenangnya ya, mbak....
Jelas gak mudah mbak Reni, fokusnya hanya mencari uang jauh dari keluarga. banyak yang dikorbankan. tapi anehnya banyak yang menikmati juga, entah kenapa. malah bebas bergaul disana
BalasHapuskisah Hani ini sangat inspiratif ya mbak.. sebuah perjuangan hebat
BalasHapussebuah kisah yang menarik, semoga banyak TKW yang eperti ini
BalasHapusyap....karena tidak bisa mengais rejeki dinegeri sendiri yang katanya kaya......maka mereka mencari rejeki ke negeri tetangga.......sigh!!!!
BalasHapusMalam mba!!!!
Yach enaknya kalo memandang, kalo menjalani sendiri br tau susahnya hehe
BalasHapusTrimakasih partisipasinya mbak Reni :)
Tuntutan kehidupan yang membuat seseorang nekad dan mau mengambil resiko ya mb.
BalasHapusTapi Hani ini bisa belajar dari pengalamannya yang pertama sehingga mau berusaha terus meskipun tidak mudah.
Menjadi TKW sebaiknya dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai sehingga dimata majikan akan tampak profesional.
BalasHapusMemadai artinya bisa melaksanakan pekerjaan sesuai bidang tugasnya, syokur jika mempunyai keahlian tertentu sehingga ada nilai tambahnya.
Semoga berjaya bersama saya.
Salam hangat dari Surabaya
Perjuangan yang tak mudah ya Mbak...mana jauh dari keluarga.
BalasHapusSalam Kenal.
Hoalahhh...aku baru ngeh ini blognya mba Reni yg sama hihihihi
BalasHapus