Seringkali kita mengecilkan arti orang lain pada saat kita sedang bersama mereka. Justru pada saat kita jauh dengan mereka atau bahkan saat kita kehilangan, baru kita menyadari arti mereka dalam hidup kita. Pada saat kita tak bersama mereka, justru kenangan-kenangan indah dan manis bersama mereka muncul dalam pikiran kita.
Itu pula yang pernah aku alami dan kurasakan pada Ibuku. Ibu adalah sosok wanita yang sangat keras, disiplin serta pekerja keras. Dulu, seringkali aku merasa bahwa apa yang dikatakan atau diperintahkan Ibu tak semuanya dapat aku setujui. Itu membuatku sering membantah kata-katanya atau melanggar larangannya dan tak mematuhi perintahnya.
Dulu, Ibu sering memprotesku yang sibuk membaca majalah/novel di pagi hari. Bagi Ibu, pagi hari itu adalah saatnya bagiku untuk memegang sapu dan membersihkan rumah. Meskipun di rumah ada asisten rumah tangga tapi Ibu menugaskan aku untuk membersihkan rumah. Ibu tak suka melihat aku dan adikku yang terlihat duduk “bermalasan” membaca di pagi hari. Kalau Ibu sudah melancarkan protesnya dan mengganggu keasyikanku membaca, aku biasanya “nggrundel” dan dengan cemberut aku membersihkan rumah seperti yang diperintahkannya.
Namun, setelah aku berpisah dari Ibu saat aku merantau ke Yogyakarta untuk kuliah, aku baru bisa memahami maksud baik dari perintah dan nasehat Ibu. Hidup sendiri di Yogyakarta membuatku mau tak mau harus belajar untuk bertanggungjawab atas hidupku sendiri. Aku harus pandai-pandai mengatur waktu dan melakukan hal-hal yang perlu untuk diprioritaskan terlebih dahulu.
Jika aku hanya mementingkan melakukan hal-hal yang aku suka (membaca majalah/novel) pastinya pekerjaanku yang lainnya akan terbengkalai. Maklum saja, sebagai mahasiswa yang tinggal di tempat kost, aku bukan saja repot dengan tugas-tugas kuliah, tapi juga punya kewajiban lainnya. Aku harus bisa mengatur waktu untuk mencuci bajuku sendiri dan menyetrikanya. Hidup bersama dengan orang lain, aku tak bisa semaunya merendam pakaian yang hendak aku cuci. Ember cucian dan juga tempat menjemur yang terbatas membuatku harus mengatur waktu dengan baik untuk bisa berbagi dengan penghuni yang lain. Kalau aku meredam cucian berlama-lama, pasti penghuni kost lain akan protes.
Aku juga harus membersihkan kamar kostku sendiri. Selain itu, di tempat kostku semua penghuni kost mendapat jadwal untuk membersihkan kamar mandi. Karena di tempat kost itu kamar mandinya hanya ada 2 dan dipakai bersama-sama oleh penghuni kost. Itu sebabnya semua penghuni kost punya kewajiban untuk membersihkannya.
Untung saja Ibu dulu telah menggemblengku dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti itu. Andai saja dulu ibuku memanjakanku dan menyerahkan semua pekerjaan pada asisten rumah tangga, aku pasti akan kerepotan selama hidup di tempat kost. Diam-diam aku sangat bersyukur atas apa yang telah ibu ajarkan padaku selama ini. Dan, aku pun jadi menyesal sekali dulu sering membuatnya marah dan kesal karena aku sering membantahnya.
Aku dan "My Hero"
Untunglah Ibu bukan wanita pendendam. Beliau memiliki hati seluas samudra dan tak pernah mendendam atas semua sikap dan perilaku-ku dulu. Buktinya, selama aku kuliah di Yogya Ibu tak henti menunjukkan cintanya padaku. Seringkali Ibu mengirimkan makanan padaku, yang dikirimkan via travel. Atau jika ibu sedang tak repot dengan pekerjaan kantor, Ibu selalu meluangkan waktu untuk mengunjungiku di tempat kost.
Yang membuatku terharu, setiap kali ibu datang ke tempat kost, Ibu selalu saja menyempatkan waktu memeriksa kompor minyak yang biasa aku pakai untuk memasak air dan mie instan. Jika beliau melihat sumbu komporku sudah pendek, beliau tanpa banyak kata langsung saja membongkar kompor itu dan menarik sumbunya atau menggantinya dengan yang baru. Apa yang dilakukan Ibu itu tentu saja menarik perhatian teman-teman kostku yang lain. Ada yang berkomentar bahwa tak seharusnya aku mengijinkan Ibu melakukan itu. Ada yang berkomentar bahwa mereka iri dengan perhatian Ibu padaku.
Itu adalah salah satu contoh kecil dari bentuk cinta dan perhatian Ibu padaku. Banyak juga pengorbanan yang dilakukan Ibu untukku. Aku sangat bersyukur memiliki Ibu seperti beliau dan tak pernah berhenti mencintaiku meski aku dulu seringkali membuatnya marah, kesal dan kecewa padaku. Aku sungguh-sungguh menyesali atas semua yang pernah kulakukan dulu untuk menentangnya.
I Love You Ibu.... You’re The Best Mom for Me.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera
Itu pula yang pernah aku alami dan kurasakan pada Ibuku. Ibu adalah sosok wanita yang sangat keras, disiplin serta pekerja keras. Dulu, seringkali aku merasa bahwa apa yang dikatakan atau diperintahkan Ibu tak semuanya dapat aku setujui. Itu membuatku sering membantah kata-katanya atau melanggar larangannya dan tak mematuhi perintahnya.
Dulu, Ibu sering memprotesku yang sibuk membaca majalah/novel di pagi hari. Bagi Ibu, pagi hari itu adalah saatnya bagiku untuk memegang sapu dan membersihkan rumah. Meskipun di rumah ada asisten rumah tangga tapi Ibu menugaskan aku untuk membersihkan rumah. Ibu tak suka melihat aku dan adikku yang terlihat duduk “bermalasan” membaca di pagi hari. Kalau Ibu sudah melancarkan protesnya dan mengganggu keasyikanku membaca, aku biasanya “nggrundel” dan dengan cemberut aku membersihkan rumah seperti yang diperintahkannya.
Namun, setelah aku berpisah dari Ibu saat aku merantau ke Yogyakarta untuk kuliah, aku baru bisa memahami maksud baik dari perintah dan nasehat Ibu. Hidup sendiri di Yogyakarta membuatku mau tak mau harus belajar untuk bertanggungjawab atas hidupku sendiri. Aku harus pandai-pandai mengatur waktu dan melakukan hal-hal yang perlu untuk diprioritaskan terlebih dahulu.
Jika aku hanya mementingkan melakukan hal-hal yang aku suka (membaca majalah/novel) pastinya pekerjaanku yang lainnya akan terbengkalai. Maklum saja, sebagai mahasiswa yang tinggal di tempat kost, aku bukan saja repot dengan tugas-tugas kuliah, tapi juga punya kewajiban lainnya. Aku harus bisa mengatur waktu untuk mencuci bajuku sendiri dan menyetrikanya. Hidup bersama dengan orang lain, aku tak bisa semaunya merendam pakaian yang hendak aku cuci. Ember cucian dan juga tempat menjemur yang terbatas membuatku harus mengatur waktu dengan baik untuk bisa berbagi dengan penghuni yang lain. Kalau aku meredam cucian berlama-lama, pasti penghuni kost lain akan protes.
Aku juga harus membersihkan kamar kostku sendiri. Selain itu, di tempat kostku semua penghuni kost mendapat jadwal untuk membersihkan kamar mandi. Karena di tempat kost itu kamar mandinya hanya ada 2 dan dipakai bersama-sama oleh penghuni kost. Itu sebabnya semua penghuni kost punya kewajiban untuk membersihkannya.
Untung saja Ibu dulu telah menggemblengku dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti itu. Andai saja dulu ibuku memanjakanku dan menyerahkan semua pekerjaan pada asisten rumah tangga, aku pasti akan kerepotan selama hidup di tempat kost. Diam-diam aku sangat bersyukur atas apa yang telah ibu ajarkan padaku selama ini. Dan, aku pun jadi menyesal sekali dulu sering membuatnya marah dan kesal karena aku sering membantahnya.
Aku dan "My Hero"
Untunglah Ibu bukan wanita pendendam. Beliau memiliki hati seluas samudra dan tak pernah mendendam atas semua sikap dan perilaku-ku dulu. Buktinya, selama aku kuliah di Yogya Ibu tak henti menunjukkan cintanya padaku. Seringkali Ibu mengirimkan makanan padaku, yang dikirimkan via travel. Atau jika ibu sedang tak repot dengan pekerjaan kantor, Ibu selalu meluangkan waktu untuk mengunjungiku di tempat kost.
Yang membuatku terharu, setiap kali ibu datang ke tempat kost, Ibu selalu saja menyempatkan waktu memeriksa kompor minyak yang biasa aku pakai untuk memasak air dan mie instan. Jika beliau melihat sumbu komporku sudah pendek, beliau tanpa banyak kata langsung saja membongkar kompor itu dan menarik sumbunya atau menggantinya dengan yang baru. Apa yang dilakukan Ibu itu tentu saja menarik perhatian teman-teman kostku yang lain. Ada yang berkomentar bahwa tak seharusnya aku mengijinkan Ibu melakukan itu. Ada yang berkomentar bahwa mereka iri dengan perhatian Ibu padaku.
Itu adalah salah satu contoh kecil dari bentuk cinta dan perhatian Ibu padaku. Banyak juga pengorbanan yang dilakukan Ibu untukku. Aku sangat bersyukur memiliki Ibu seperti beliau dan tak pernah berhenti mencintaiku meski aku dulu seringkali membuatnya marah, kesal dan kecewa padaku. Aku sungguh-sungguh menyesali atas semua yang pernah kulakukan dulu untuk menentangnya.
I Love You Ibu.... You’re The Best Mom for Me.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera
ternyata Bu Reni mirip banget sama Ibunda ya
BalasHapussenyumnya persis ngeplek pol!!!
Iya Mbak Elsaaaa...banyak yang bilang gitu kok. Hehehe
HapusMakasih banget sudah mampir yaa :)
iya mbak Reni persis bnget ama ibu :) salam buat ibu ya mbak semoga sehat selalu :)
BalasHapusInsha Allah akan disampaikan salamnya... dan makasih banget sudah mampir :)
HapusTerima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
Terimakasih Pakde :)
HapusSaya juga dulu suka nggrundel kalo disuruh ibu beres2 padahal beresin kamar sendiri nbak Reni. Ternyata didikan orang tua justru tanda sayang mereka ya mbak
BalasHapusIya Mak Winny... itulah yg aku rasakan sekarang, kalau dulu sih nggrundhel hehee
HapusAlhamdulillah... terimakasih utk kesempatannya Pakde :)
BalasHapusSaya sudah balas email dan inbox nya
Aku termasuk yg dimanjain sama ibuku..hehe
BalasHapusdulu gak boleh masak, sekarang gak bisa masak..hihi
Ibuku banget masak tapi walau sering diminta membantu ibu memasak kok aku tetap ga bisa masak ya? hehehehe
Hapusloh mbak, kok seperti kakak adik hihi....
BalasHapusIyaa... kakak sulung dan adik bungsu ya? hehehe....
Hapus