Pada Hari Ibu ini, aku ingin mengenang saat-saat aku akan menyandang status sebagai ibu. Ya, momen yang istimewa itu dimulai beberapa saat sebelum aku melahirkan putri semata wayangku, 15 tahun lalu.
Saat aku hamil dulu, sejak awal aku secara rutin kontrol ke dokter SPOG. Namun, karena aku ingin melahirkan ke bidan, maka kuputuskan untuk periksa ke bidan juga saat kandunganku masuk bulan-8. Jadi, sejak bulan ke-8 aku kontrol ke 2 tempat : dokter dan bidan.
Aku ingat, suatu kali saat aku periksa ke dokter saat kandunganku akan memasuki bulan ke-9, dokter mengatakan bahwa ternyata plasenta bayiku berada di bawah (belakangan kutahu istilah medisnya adalah placenta previa). Saat itu terus terang saja aku kurang paham apa maksud “plasenta di bawah”. Tapi saat itu aku hanya bertanya pada dokter apakah itu berbahaya dan apa bisa melakukan persalinan secara normal. Aku ingat, saat itu dokternya menjawab “masih bisa, tetapi mungkin saja nanti akan ada pendarahan.”
Herannya, aku kok merasa tenang-tenang saja mendengar penjelasan dokter tersebut. Selanjutnya saat aku periksa ke bidang, kusampaikan ke bidan hasil pemeriksaan dokter berikut ucapannya itu. Saat itu, bidannya hanya tersenyum dan sambil memeriksa perutku mengatakan bahwa apa yang dikatakan dokter itu memang benar. Dan, lagi-lagi aku pun tenang-tenang saja mendengar penjelasan bidan itu. Mungkin karena dokter dan bidan mengatakan hal itu dengan demikian kalemnya, aku jadi tenang.
Itu makanya, saat suamiku mengatakan teman-temannya sudah siap untuk menymbangkan darahnya untukku saat diperlukan, aku keheranan. Aku bertanya pada suamiku mengapa teman-temannya mau menyumbangkan darahnya untukku. Saat itu suamiku hanya menjawab karena dia menceritakan apa yang dikatakan dokter padaku soal ada kemungkinan aku mengalami pendarahan akibat persalinan itu.
Namun, kembali aku menanggapi cerita suamiku dengan tenang. Aku saat itu menganggap bahwa pendarahan dalam persalinan itu hal biasa. Aku tak menganggapnya sebagai sesuatu yang penting yang perlu diantisipasi. Bahkan, entah mengapa, aku juga tak tergerak untuk mencari informasi lebih jauh soal plasenta previa dan juga bahayanya. So, karena ketidaktahuanku aku sama sekali tak merasa cemas dan kuatir menghadapi persalinanku.
Alhamdulillah, proses persalinanku lancar. Aku patut bersyukur karena akhirnya aku bisa melahirkan secara normal dan tanpa mengalami pendarahan. Menurut keterangan bidan yang membantu proses persalinanku, placenta bisa “menyisih” dan tak menutupi jalan lahir saat itu. Padahal, bidan dan suamiku sudah siap jika sewaktu-waktu aku dilarikan ke rumah sakit jika memang diperlukan. Untungnya, itu tak terjadi.
Aku baru mengetahui bahaya pendarahan dalam persalinan dari cerita temanku yang baru saja melahirkan. Menurut ceritanya, bidan dan suaminya sempat takut temanku tak mampu bertahan akibat banyaknya darah yang keluar. Saat itulah aku baru tahu bahayanya pendarahan itu sekaligus aku baru paham mengapa teman-teman suamiku mau menyumbangkan darahnya untukku jika memang diperlukan.
Aih, bodoh benar aku. Harusnya sebagai calon ibu yang hendak melahirkan aku mencari informasi banyak-banyak, apalagi jelas-jelas dokter mengatakan kalau placenta bayi di bawah. Harusnya aku tak cuek dan menanggapainya dengan santai, sehingga aku bisa menentukan tindakan antisipatif yang harus aku ambil. Untung saja Allah memudahkan proses persalinanku. Mungkin ini akibat doa-doa yang tak putus aku ucapkan selama masa kehamilanku dan selama proses persalinan berlangsung. Alhamdulillah.
“Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Hamil dan Melahirkan ala Bunda Salfa”
Saat aku hamil dulu, sejak awal aku secara rutin kontrol ke dokter SPOG. Namun, karena aku ingin melahirkan ke bidan, maka kuputuskan untuk periksa ke bidan juga saat kandunganku masuk bulan-8. Jadi, sejak bulan ke-8 aku kontrol ke 2 tempat : dokter dan bidan.
Aku ingat, suatu kali saat aku periksa ke dokter saat kandunganku akan memasuki bulan ke-9, dokter mengatakan bahwa ternyata plasenta bayiku berada di bawah (belakangan kutahu istilah medisnya adalah placenta previa). Saat itu terus terang saja aku kurang paham apa maksud “plasenta di bawah”. Tapi saat itu aku hanya bertanya pada dokter apakah itu berbahaya dan apa bisa melakukan persalinan secara normal. Aku ingat, saat itu dokternya menjawab “masih bisa, tetapi mungkin saja nanti akan ada pendarahan.”
Herannya, aku kok merasa tenang-tenang saja mendengar penjelasan dokter tersebut. Selanjutnya saat aku periksa ke bidang, kusampaikan ke bidan hasil pemeriksaan dokter berikut ucapannya itu. Saat itu, bidannya hanya tersenyum dan sambil memeriksa perutku mengatakan bahwa apa yang dikatakan dokter itu memang benar. Dan, lagi-lagi aku pun tenang-tenang saja mendengar penjelasan bidan itu. Mungkin karena dokter dan bidan mengatakan hal itu dengan demikian kalemnya, aku jadi tenang.
Itu makanya, saat suamiku mengatakan teman-temannya sudah siap untuk menymbangkan darahnya untukku saat diperlukan, aku keheranan. Aku bertanya pada suamiku mengapa teman-temannya mau menyumbangkan darahnya untukku. Saat itu suamiku hanya menjawab karena dia menceritakan apa yang dikatakan dokter padaku soal ada kemungkinan aku mengalami pendarahan akibat persalinan itu.
Namun, kembali aku menanggapi cerita suamiku dengan tenang. Aku saat itu menganggap bahwa pendarahan dalam persalinan itu hal biasa. Aku tak menganggapnya sebagai sesuatu yang penting yang perlu diantisipasi. Bahkan, entah mengapa, aku juga tak tergerak untuk mencari informasi lebih jauh soal plasenta previa dan juga bahayanya. So, karena ketidaktahuanku aku sama sekali tak merasa cemas dan kuatir menghadapi persalinanku.
Alhamdulillah, proses persalinanku lancar. Aku patut bersyukur karena akhirnya aku bisa melahirkan secara normal dan tanpa mengalami pendarahan. Menurut keterangan bidan yang membantu proses persalinanku, placenta bisa “menyisih” dan tak menutupi jalan lahir saat itu. Padahal, bidan dan suamiku sudah siap jika sewaktu-waktu aku dilarikan ke rumah sakit jika memang diperlukan. Untungnya, itu tak terjadi.
anakku saat umur 4 hari
Aku baru mengetahui bahaya pendarahan dalam persalinan dari cerita temanku yang baru saja melahirkan. Menurut ceritanya, bidan dan suaminya sempat takut temanku tak mampu bertahan akibat banyaknya darah yang keluar. Saat itulah aku baru tahu bahayanya pendarahan itu sekaligus aku baru paham mengapa teman-teman suamiku mau menyumbangkan darahnya untukku jika memang diperlukan.
Aih, bodoh benar aku. Harusnya sebagai calon ibu yang hendak melahirkan aku mencari informasi banyak-banyak, apalagi jelas-jelas dokter mengatakan kalau placenta bayi di bawah. Harusnya aku tak cuek dan menanggapainya dengan santai, sehingga aku bisa menentukan tindakan antisipatif yang harus aku ambil. Untung saja Allah memudahkan proses persalinanku. Mungkin ini akibat doa-doa yang tak putus aku ucapkan selama masa kehamilanku dan selama proses persalinan berlangsung. Alhamdulillah.
Subhanallah, Shasa imut dan cantik banget :)
BalasHapusTerimakasih tante Dwi... :)
Hapusalhamdulillah diparingi selamet ya Bu...
BalasHapusperjuangan ibu melahirkan memang benar benar pertaruhan nyawa
Selamat hari Ibu...
Iya mbak Elsa, aku bersyukur sekali akhirnya bisa melahirkan secara normal :)
Hapussisi positif nya karena ga tahu makanya ga jadi beban pikiran
BalasHapusdan bersyukurnya karena prosesnya di mudahkan dan dilancarkan oleh Allah ya bu :D
Iya sih, gara2 gak tahu jadinya ya tenang2 aja dan ga kuatir sama sekali saat hendak melahirkan hehehe
Hapusiya memang pendarahan sungguh berbahaya ,, tidak bisa cuek gitu aja dong :(
BalasHapusAlhamdulillah selamat ya bu. Padahal resikonya sangat besar ya.
BalasHapus