Pages

Minggu, Mei 18, 2014

Ikhlas Apapun Yang Terjadi

Bicara soal ikhlas, aku punya pengalaman pribadi yang sampai kini aku ingat terus. Dulu, saat aku akan naik ke kelas 2 SMA, ada kabar tentang peraturan baru seputar penerimaan mahasiswa baru. Jika pada tahun-tahun sebelumnya ada penerimaan mahasiswa baru melalui jalur PMDK bagi siswa-siswi yang berprestasi, mulai tahun itu tak ada lagi.

Tentu saja aturan baru itu membuat kakak-kakak kelasku yang hendak naik ke kelas 3 SMA jadi kecewa. Harapan mereka untuk bisa masuk ke perguruan tinggi pilihan tanpa melalui UMPTN pun kandas sudah. Rasanya, usaha keras mereka untuk mempertahankan nilai bagus yang ada di raport menjadi sia-sia. Maklum saja, syarat untuk bisa lolos PMDK tentu saja jika nilai raport bagus, dan menduduki peringkat atas di kelas.

Ternyata, hal itu juga berpengaruh pada teman-teman se-angkatanku. Aku sering mendengar mereka mengeluh mengapa harus ada peraturan baru itu. Tak sedikit dari mereka yang memilih untuk tak lagi belajar keras selama di sekolah, begitu masuk kelas 2 SMA. Mereka berprinsip, yang penting adalah faktor keberuntungan saat UMPTN nanti.

Sementara aku berusaha untuk ikhlas menerima aturan baru itu. Begitu naik kelas 2 SMA aku bertekad tak hendak mengurangi jam belajarku, aku pun tak hendak mengurangi semangat belajarku. Praktis, tak ada yang berubah dari sikapku atas terbitnya aturan baru itu. Bukan semata demi nilai di raport, tapi aku tahu kemampuanku. Aku bukanlah anak cerdas yang akan bisa langsung memahami isi sebuah buku setelah membacanya dalam sekejap. Aku adalah murid yang perlu telaten belajar untuk bisa memahami pelajaran dengan lebih baik.

Selain itu, aku tak hendak membuat orangtua yang sudah bersusah payah membiayai sekolahku menjadi kecewa dengan sikapku yang seenaknya dalam belajar. Apalagi orangtuaku sudah wanti-wanti berpesan padaku, bahwa mereka hanya mampu menyekolahkan aku ke PTN Negeri. Jika terpaksa aku tak bisa masuk PTN, orangtuaku memintaku untuk melanjutkan pendidikan di PTS yang ada di kotaku saja.

Semua itulah yang membuatku untuk mencoba ikhlas menerima peraturan baru, supaya aku tak merasa terpaksa dalam belajar seperti sebelumnya (saat belum ada aturan penghapusan PMDK). Aku juga mencoba untuk tidak tergoda oleh bujukan teman di kanan kiri-ku agar aku lebih santai. Walau terus terang saja, terkadang aku iri juga dengan sikap santai teman-temanku.

Saat aku kelas 3 memasuki semester genap, ternyata ada kejutan yang menggembirakan! Setelah setahun tanpa ada penerimaan mahasiswa baru tanpa ada jalur PMDK, beberapa PTN berinisiatif melakukan seleksi secara mandiri terhadap siswa-siswi berprestasi dari daerah. Saat itu, hanya ada 2 PTN yang melakukan seleksi, yaitu IPB dan UGM. Karena ini bukan kebijakan nasional, maka nama program dan syarat berbeda disesuaikan dengan kepentingan masing-masing PTN. Aku tak ingat apa nama "program" seleksi siswa berprestasi dari IPB itu, tapi kalau UGM nama programnya adalah PBUD (Penelurusan Bibit Unggul Daerah).

Mengetahui hal itu, banyak teman yang kecewa karena mereka tak dapat ikut seleksi itu. Mereka menyesal karena sebelumnya menyia-nyiakan waktu dengan bersikap santai dalam belajar. Akibatnya nilai raport mereka turun, sehingga mereka tak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi itu. Alhamdulillah, aku dan beberapa teman (tak banyak jumlahnya) masih memiliki kesempatan untuk ikut seleksi itu. Aku sendiri memilih mengikuti seleksi PBUD yang diadakan oleh UGM.

Beberapa minggu sebelum pelaksanaan UMPTN muncul pengumuman dari UGM dan IPB tentang nama-nama siswa yang berhak masuk ke UGM dan IPB tanpa tes. Saat itu hanya ada 3 siswi dari sekolahku yang lolos : 2 orang ke IPB dan 1 orang ke UGM (yaitu aku!). Alhamdulillah... Allah memang tak pernah menyia-nyiakan usaha hambaNYA.

Bukan hanya aku yang senang dan bersyukur atas diterimanya aku di UGM tanpa tes, kedua orangtuaku jauh lebih senang dan bangga melebihi aku. Aku sendiri bersyukur karena keikhlasanku untuk menerima "penghapusan PMDK" saat itu dan tetap memutuskan untuk tak merubah sikap dalam belajar telah memberikan hikmah luar biasa buatku. Aku bahagia, keikhlasanku telah membuat orangtuaku bangga dan bahagia.

Sejak saat itu, aku yakin sekali bahwa setiap kita ikhlas menjalani kewajiban kita, maka akan ada hikmah luar biasa yang akan kita terima.




Tulisan ini diikutkan dalam Give Away Tentang Ikhlas

8 komentar:

  1. alhamdulillah..akhirnya lolos juga mbk ;)
    q dlu g ikut pmdk jd tes biasa ;)

    BalasHapus
  2. horeee...alumni sana ya mbak? angkatan berapa mbak? barangkali aku kenal sama teman2 mba atau adik iparku hehehe (#sok akrab banget nih)

    BalasHapus
  3. Subhanallah ...
    Pantesan Shasa pinter, rupanya nurun dari ibunya (tentu dari ayahnya juga) Allah selalu memberi yang terbaik bagi hambaNya yang telah berbuat dengan sepenuh kemampuannya. Dan ikhlas, selalu berbuah manis, ya, mbak
    Semoga yang ini lolos juga, mbak Reni

    BalasHapus
  4. Ikhlas yg berbuah manis ya mba Reni..

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah ya mba... tidak sia2 memang

    BalasHapus
  6. lama gak ikut giveaway saya, sip lah mbak

    BalasHapus
  7. whoaaa...
    jadi ternyata mba Reni lulusan UGM yah mba :)

    Untunglah bersikap ikhlas apapun yang terjadi yah mba, kalo memang udah rejekinya mah pasti ada aja jalan nya kok :)

    BalasHapus
  8. waaahh... aku selalu salut sama mereka yang rajin tiga tahun berturut turut untuk konsisten mempertahankan prestasi... dirimu tidak tergoda untuk bersantai... itu luar biasa banget.... salut untuk dirimu... makasih sudah ikut give awayku ya mak

    BalasHapus

Komentarnya dimoderasi dulu ya? Terimakasih sudah mampir dan meninggalkan jejak. (^_^)