Anak Kost Menjalani Ramadhan

Jika saat ini aku ditanya, kapan momen Ramadhan yang berkesan dan tak terlupakan bagiku, maka aku akan menjawabnya : saat menjadi anak kost. Bukan berarti Ramadhan-Ramadhan lainnya tidak berkesan, lho. Hanya saja, Ramadhan menjadi lebih seru saat aku menjadi anak kost yang hidup di perantauan, hidup terpisah dan jauh dari kedua orang tua *hayah, panjang bener penjelasannya*

Oke, mari kita mulai bicara soal apa sebabnya momen Ramadhan sebagai anak kost itu begitu berkesan dan tak terlupakan bagiku. Yang pertama tentu saja adalah aku harus "berjuang" sendiri untuk mendapatkan menu sahur dan berbuka. Kalau di rumah kan enak, semua sudah disediakan oleh Ibu tercinta. Untung saja di sekitar tempat kost-ku banyak penjual makanan, jadi aku tak perlu bingung untuk mendapatkan makanan. Tapi itu bukan berarti aku bisa mendapatkan makanan tanpa perjuangan, lho.

Untuk berbuka, aku harus rela antri dengan para perantauan lainnya untuk membeli makanan. Kalau antrian panjang aku harus rela baru dilayani setelah bedug Maghrib terdengar. Itu sih tak seberapa. Yang lebih "parah" adalah antrian saat membeli makanan untuk sahur. Jika telat mengantri, maka bisa-bisa aku baru dilayani setelah masuk Imsak. Itu makanya aku harus rela keluar beli makanan jam 2 pagi atau paling telat jam setengah 3 pagi. Kalau lewat jam itu bisa dipastikan antrian pemburu makanan sahur sudah mengular panjangnya. Kalau sudah seperti itu, siap-siap aja puasa tanpa sempat makan sahur. Hikss...

Yang kedua tentu saja harus rela makan seadanya, karena terbatasnya uang saku yang aku terima dari ortu. Tak bisa dipungkiri bahwa seringkali rindu sekali makan masakan ibu di saat-saat seperti itu. Tapi untungnya, ada suasana lain yang bisa menghalau sedihku, yaitu kebersamaan dengan teman-teman kost. Maklum saja, aku hanya dua bersaudara. Maka, begitu aku kost di tempat yang dihuni oleh 15 orang gadis, rasanya aku memiliki begitu banyak saudara senasib sepenanggungan di perantauan. Rasanya nikmat banget makan bersama-sama, meski dengan lauk seadanya. Kami bisa makan enak jika ada yang mendapat kiriman makanan dari rumah, dan kami dengan riang memakannya bersama-sama. Kebersamaan itu rasanya jauh lebih nikmat dari makanan terlezat di dunia sekalipun. Sungguh!

Kebersamaan itu kian lengkap saat kami bisa menjalankan sholat Taraweh bersama-sama. Kami biasanya pergi berombongan dari tempat kost menuju masjid terdekat. Harus kuakui, saat itu semangatku menjalani sholat Taraweh makin besar karena kami menjalaninya bersama-sama. Mungkin akan berbeda rasanya jika aku tinggal di tempat kost yang hanya diisi oleh 2-3 orang, sehingga suasananya pasti tak seseru dan semeriah jika tinggal bersama 15 orang gadis (yang hampir sebaya)!

Oh ya, ada lagi. Aku selalu senang saat bisa menjalani praktikum pada bulan Ramadhan seperti itu. Sebabnya adalah setiap praktikum aku harus siap membuat beberapa (bukan hanya satu, lho!) laporan praktikum dalam seminggu. Padahal, selain praktikum banyak mata kuliah yang lain juga memberikan tugas yang tak sedikit. Jika tidak pada bulan Ramadhan, aku pasti akan keteteran mengerjakan laporan praktikum yang seabreg-abreg itu. Ingin tahu mengapa Ramadhan bisa "menyelamatkan" aku dalam menyelesaikan laporan praktikum itu? Jawabannya adalah... aku selalu mengerjakan laporan praktikum itu setiap sebelum dan sesudah sahur.

Saat itu, laporan praktikum harus diketik dengan mesin ketik manual. Tak bisa copy paste dari laporan praktikum kakak kelas. Bisa dibayangkan, aku sibuk menghidupkan malam dengan suara ketak-ketik mesin ketik-ku, sementara teman-teman kost yang lain masih tertidur atau sedang berusaha untuk tidur lagi setelah sahur. Untung saja, mereka memahami dan tak pernah ada yang protes oleh gangguan suara mesin ketikku. Bagi kami para penghuni kost, hal seperti itu tak perlu diributkan karena menyangkut nasib dan masa depan. *halah, bahasaku lebay banget ya?* Namun, selain aku ada juga sih 1-2 orang penghuni kost lain yang terkadang juga ikut nglembur mengerjakan tugas kuliah pada malam-malam Ramadhan seperti itu.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa aku tak mengerjakan laporan praktikum itu pada sore atau malam hari saja, dan bukannya pada dini hari seperti itu. Begini ceritanya, pada sore hari aku lebih suka mengerjakan tugas-tugas kuliah yang singkat. Sisa waktunya aku gunakan untuk mencuci, menseterika dan (yang terpenting) antri beli makanan untuk berbuka. Begitulah "derita" anak kost, yang kudu pinter-pinter bagi waktu. Sementara kalau malam (sehabis sholat Tarawih) aku ~terus terang saja~ selalu sudah merasa ngantuk banget dan ingin cepat-cepat tidur. Alasannya : supaya aku tidak telat bangun sahur dan tidak terlambat antri beli makanan untuk sahur! Tuh kan... balik lagi ke makanan alasannya, heheheh.

Nah, lika-liku Ramadhan yang seperti itu... tak bisa lagi aku jumpai sekarang. Begitu aku tak lagi menyandang predikat sebagai anak kost, maka aku tak bisa lagi menikmati sensasi Ramadhan seperti itu lagi. Ah... membicarakannya aku jadi merindukan lagi saat-saat itu. Sungguh, sangat mengesankan dan tak terlupakan bagiku. (^_^)

Tulisan ini diikutsertakan untuk GA dalam rangka Ramadhan Giveaway dipersembahkan oleh Zaira Al ameera, Thamrin City blok E7 No. 23 Jakarta Pusat