Kuhempaskan badan di bangku taman. Semoga suasana sejuk taman kota akan berhasil menghalau semua resahku. Kuhela nafas panjang seraya mengatupkan kedua tangan menutup mukaku.
“Ada apa, Nak? Kau tampak begitu menderita.”
Kucari asal suara yang mengagetkanku itu. Rupanya tak jauh dari tempatku duduk ada seorang lelaki tua. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, sampai tak memperhatikan sekitar.
“Oh.. maaf, Kek. Aku tadi tak memperhatikan ada Kakek di sini.”
“Tak apa. Kau pasti sedang banyak masalah, jadi tak melihatku duduk di sini,” katanya sambil tertawa memamerkan giginya yang ompong di sana-sini.
Aku hanya tersenyum kecil menyambut kata-katanya. Aku masih malas berbicara.
“Ceritakan masalahmu… walau aku tak dapat membantumu, setidaknya itu bisa meringankan bebanmu.”
Lagi-lagi aku hanya tersenyum kecil menanggapi ucapannya. Aku masih belum tertarik untuk berbagi bebanku pada orang yang tak kukenal. Aku memilih untuk kembali tenggelam dalam lamunan. Namun kembali suara kakek itu membuyarkan lamunanku.
“Dulu, waktu aku masih muda… aku adalah penakluk rintangan. Sudah puluhan rintangan yang aku hadapi. Awalnya, sangat sulit bagiku untuk melalui rintangan-rintangan itu. Benar, sulit sekali! Tapi karena tekadku sangat kuat dan aku tak putus asa untuk terus mencoba, akhirnya aku berhasil juga melalui rintangan-rintangan itu.”
Aku mulai tertarik mendengarkan ceritanya. Aku memandangnya, masih tanpa kata, dan berharap dia melanjutkan kembali ceritanya.
“Kau tahu, Nak? Sejak aku berhasil melalui sebuah rintangan, maka rintangan-rintangan berikutnya sudah tak berarti lagi bagiku.”
“Bagaimana cara Kakek bisa menaklukkan rintangan itu?” tanyaku akhirnya karena tergilitik rasa penasaran.
“Latihan, Nak. Latihan terus menerus. Apalagi aku tidak tinggi”
“Latihan…? Tinggi…? Maksud Kakek?”
“Iya Nak…, latihan. Selain itu aku harus bisa tetap menjaga keseimbangan,” jawab kakek itu seraya tersenyum memandangku.
“Keseimbangan, Kek? Kok keseimbangan?” Aku makin bingung dengan kata-katanya yang terkesan melantur kemana-mana.
“Benar sekali. Keseimbangan. Ke-se-im-bang-an. Kita harus bisa menjaga keseimbangan setiap kali kita mampu melewati sebuah rintangan. Jika tidak, kita tak akan bisa melewati rintangan berikutnya.”
Melihatku hanya menatapnya dengan bingung, kakek itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
“Sebagai seorang mantan atlit pelari gawang, aku harus terus berlatih agar mampu melewati rintangan demi rintangan. Agar bisa menyelesaikannya, maka setiap berhasil melewati sebuah rintangan aku harus bisa menjaga keseimbangan agar dapat terus berlari dan melewati rintangan berikutnya. Hahaha…”
Tanpa memperdulikan mukaku yang berubah merah padam, kakek itu berdiri meninggalkanku sambil terus tertawa terbahak-bahak.
“Ada apa, Nak? Kau tampak begitu menderita.”
Kucari asal suara yang mengagetkanku itu. Rupanya tak jauh dari tempatku duduk ada seorang lelaki tua. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, sampai tak memperhatikan sekitar.
“Oh.. maaf, Kek. Aku tadi tak memperhatikan ada Kakek di sini.”
“Tak apa. Kau pasti sedang banyak masalah, jadi tak melihatku duduk di sini,” katanya sambil tertawa memamerkan giginya yang ompong di sana-sini.
Aku hanya tersenyum kecil menyambut kata-katanya. Aku masih malas berbicara.
“Ceritakan masalahmu… walau aku tak dapat membantumu, setidaknya itu bisa meringankan bebanmu.”
Lagi-lagi aku hanya tersenyum kecil menanggapi ucapannya. Aku masih belum tertarik untuk berbagi bebanku pada orang yang tak kukenal. Aku memilih untuk kembali tenggelam dalam lamunan. Namun kembali suara kakek itu membuyarkan lamunanku.
“Dulu, waktu aku masih muda… aku adalah penakluk rintangan. Sudah puluhan rintangan yang aku hadapi. Awalnya, sangat sulit bagiku untuk melalui rintangan-rintangan itu. Benar, sulit sekali! Tapi karena tekadku sangat kuat dan aku tak putus asa untuk terus mencoba, akhirnya aku berhasil juga melalui rintangan-rintangan itu.”
Aku mulai tertarik mendengarkan ceritanya. Aku memandangnya, masih tanpa kata, dan berharap dia melanjutkan kembali ceritanya.
“Kau tahu, Nak? Sejak aku berhasil melalui sebuah rintangan, maka rintangan-rintangan berikutnya sudah tak berarti lagi bagiku.”
“Bagaimana cara Kakek bisa menaklukkan rintangan itu?” tanyaku akhirnya karena tergilitik rasa penasaran.
“Latihan, Nak. Latihan terus menerus. Apalagi aku tidak tinggi”
“Latihan…? Tinggi…? Maksud Kakek?”
“Iya Nak…, latihan. Selain itu aku harus bisa tetap menjaga keseimbangan,” jawab kakek itu seraya tersenyum memandangku.
“Keseimbangan, Kek? Kok keseimbangan?” Aku makin bingung dengan kata-katanya yang terkesan melantur kemana-mana.
“Benar sekali. Keseimbangan. Ke-se-im-bang-an. Kita harus bisa menjaga keseimbangan setiap kali kita mampu melewati sebuah rintangan. Jika tidak, kita tak akan bisa melewati rintangan berikutnya.”
Melihatku hanya menatapnya dengan bingung, kakek itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
“Sebagai seorang mantan atlit pelari gawang, aku harus terus berlatih agar mampu melewati rintangan demi rintangan. Agar bisa menyelesaikannya, maka setiap berhasil melewati sebuah rintangan aku harus bisa menjaga keseimbangan agar dapat terus berlari dan melewati rintangan berikutnya. Hahaha…”
Tanpa memperdulikan mukaku yang berubah merah padam, kakek itu berdiri meninggalkanku sambil terus tertawa terbahak-bahak.
masalah ada, agak manusia bisa lebih kuat lagi. rintangan ada, agar bisa dilewati juga oleh sun gokong saat mencari kitabsuci #eh :p
BalasHapusManusia terus menghadapi ujian dalam hidup ini. Satu masalah selesai muncul tantangan baru. Tantangan dapat diselesaikan muncul yang baru lagi begitu seterusnya.
BalasHapusPerlu 'berlatih' yang keras dan disiplin untuk bisa menang dalam 'lomba dalam hidup' ini. Tulisan yang menarik, semoga kita dapat mengambil hikmahnya.
Menjaga keseimbangan. Itu poin paling sulit!
BalasHapus@Arga Litha >> Ketahuan penggemar Sun Go Kong ya? hehehe
BalasHapus@Herdoni Wahyono >> Sip... suka banget dg komentarnya Mas :)
@Rin >> Iya... kalau aku, setelah lewat satu rintangan, keseimbangan hilang dan... jatuh deh :(
harus saya akui bun!
BalasHapusi don't expect those bloody ending! #menarik
mungkin karena saya tipe orang yang nulis ngalir sampai ending, jadi mau di-twist dng gaya apa pun kalo saya udah tertarik sama opening, saya suka!
openingnya tipikal saya banget deh dan ending itu bikin aku melek, selalu ada hal menarik dan mencerahkan untuk twist. :)
i love this